Sabtu, 11 April 2015

Indonesia Negara Paling Kapital di Dunia (Bagian II)



 
Sumber Foto: arrahmah.com

Sejumlah pengamat ekonomi tanah air maupun luar negeri menyebutkan bahwa negara yang paling kapital dalam satu dekade terakhir adalah Indonesia. Ini mengalahkan negara pendiri Kapitalisme, Amerika Serikat. Benarkah demikian?


_____________
Dari catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun ini, komitmen investasi dari Jepang dan Tiongkok ke Indonesi saat ini sudah mencapai USD 73,46 miliar. Terdiri dari USD 10,06 miliar komitmen investasi Jepang dan USD 63,4 miliar dari Tiongkok.

Komitmen itu merupakan hasil kunjungan kerja Prsiden Joko Widodo ke kedua negara tersebut pada Maret 2015 lalu. Semua pasar yang diminati oleh Jepang dan Tiongkok adalah pasar yang cukup strategis. Di antaranya adalah pembangunan pabrik otomotif dan Information and Technology (IT) di Indonesia.

Kesempatan ini adalah peluang emas untuk meningkatkan nilai PDB Indonesia di level ASEAN. Terlebih pada Desember 2015 mendatang Indonesia akan menghadapi tantang besar berupa ASEAN Economy Comunity (AEC). Ditambah posisi Indonesia di perdagangan bebas Asia Pasific di masa mendatang.

Untuk bersaing di kanca pasar bebas yang sangat ketat itu, Indonesia memang memerlukan uang yang banyak untuk membangun pelbagai infrastruktur pendukung. Persoalannya pembangunan infrastruktur, seperti ribuan kilo meter jalan raya, pelabuhan, bandara, dan lain sebagainya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi caranya, selain mendatangkan investor asing ke Indonesia.

Sayangnya, meski telah banyak investor yang masuk Indonesia, tapi mereka tidak melakukan investasi pembangunan apapun. Justru mereka lebih banyak bermain di pasar finance saja, yang ujung-ujungnya hanya terlihat besar perputaran uangnya, tapi tidak pernah bermanfaat bagi masyarakat.

Kwik menyebut bahwa 70 persen pasar financial Indonesia itu dikuasai oleh perusahaan asing. Tanpa adanya regulasi yang tegas, mereka lebih suka bermain secara praktis di Bursa Efek Indonesia saja. Jika rupiah sedang anjlok, maka dengan cepatnya mereka akan menarik seluruh uangnya.

Apa yang dilakukan pemerintah saat ini adalah gambaran betapa kapitalnya Indonesia. Ditegaskan oleh salah satu rekan saya, Ekonom sekaligus pemain Pasar Modal, Doddy Junanto bahwa tidak ada negara lain yang paling liberal di dunia kecuali Indonesia.

Bahkan ia beranggapan bahwa Indonesia sebagai negara yang liberal telah mengalahkan Amerika Serikat, China, Jepang, Singapura, Prancis, atau bahkan Uni Emirat Arab (UEA). Ini karena pemerintah terlihat lemah dalam hal hubungan bilateral dan mengenai regulasi kebijakan terhadap ekonomi tanah air.

Tidak adanya, rencana jangka panjang untuk pembangunan suatu negara membuat Indonesia secara pragmatis menerima segala investasi yang masuk Indonesia. Bayangkan saja, pada sektor otomotif saja ada puluhan juta kendaraan baru yang diimpor dari luar negeri. Meski ada yang diproduksi dalam negeri itu hanya sebatas perakitan saja. Sementara perputaran uang tetap akan lari ke negara asal importir.

Dengan pasar lebih dari 140 juta warga dari total 250 juta warga negara Indonesia (WNI), pantas saja bila berbagai produsen otomotif terkemuka di belahan dunia gencar melakukan intervensi investasi terhadap pemerintah Indonesia. Tidak heran jika setiap tahun pebalab Formula 1 atau pebalab Moto GP akan diboyong untuk bertemu dengan fansnya di Indonesia. Atau bahkan menerapkan brand dengan bahasa Indonesia di jaket pebalab.

Tapi dari semua itu, adakah upaya pemerintah untuk benar-benar membangkitkan pasar otomotif di tanah air. Untuk melakukan semua itu, Indonesia membutuhkan keberanian yang luar biasa. Ini karena semua itu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

Mulai dari pembangunan smelter untuk pengolahan hasil galian Tambang B dan C. Mengelola biji besi, emas, logam, dan lain sebagianya memang membutuhkan smelter. Untuk pengoperasian smelter juga dibutuhkan energi yang tidak sedikit dan murah. Sementara persoalan energi masih menjadi permasalahan yang serius di Indonesia.

Jika tidak dianggap sebagai negara paling kapital di dunia, Indonesia harus berani untuk tegas di mata dunia internasional. Karena sebenarnya mereka yang membutuhkan pasar kita, bukan kita yang membutuhkan produk mereka.

Berani untuk mengelolah sumber daya energi dalam negeri, mulai dari minyak, batubara, dan lain sebagainya. Kemudian membangun smelter, menyediakan infrastruktur, dan ini membutuhkan rencana jangka panjang yang tidak bisa diintervensi dari kebijakan politik. Untuk memperoleh semua itu, tentunya diperlukan pemimpin yang berani ambil resiko untuk melakukan burgening positition yang berbuah pada win-win solution. Dengan mengacu pada program visioner pembangunan jangka panjang.

Habis.

Indonesia Negara Paling Kapital di Dunia (Bagian I)

sumber foto: arrahmah.com
Sejumlah pengamat ekonomi tanah air maupun luar negeri menyebutkan bahwa negara yang paling kapital dalam satu dekade terakhir adalah Indonesia. Ini mengalahkan negara pendiri Kapitalisme, Amerika Serikat. Benarkah demikian?
____________
Fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, kenaikan tarif dasar listrik (TDL), dan disparitas harga kebutuhan pokok di Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru untuk dibicarakan. Dari masa ke masa, tahun ke tahun, musim berganti musim, itulah siklusnya. Hanya karena ini menyangkut kemaslahatan warga negara dan aktualitas, media massa kemudian mengekspos dengan masifnya.

Lumrah jika hal itu terjadi, ini karena salah satu kewajiban media massa yakni bertugas sebagai anjing penjaga. Sebagai pemantau kekuasaan, sekaligus sebagai tangan kanan kekuasaan. Namun apakah yang telah dilakukan oleh media selama ini sudah masuk pada substansi permasalahan ekonomi yang sering mengguncang negara ini?

Ada hal yang lebih mengkhawatirkan ketimbang membaca hal itu. Sejumlah pengamat ekonomi tanah air maupun luar negeri menyebutkan bahwa negara yang paling kapital dalam satu dekade terakhir adalah Indonesia. Ini mengalahkan negara pendiri Kapitalisme, Amerika Serikat. Benarkah demikian?

Beberapa waktu yang lalu Ekonom Indonesa, Kwik Kian Gie melontarkan statment yang cukup miris. Ia melihat bahwa kemiskinan di Indonesia masuk kategori kronis, melampaui batas kemanusiaan. 

Kondisi ini katanya tidak lepas dari sistem ekonomi Indonesia yang menganut pasar liberal. Ini terjadi akibat persaingan bebas di sektor ekonomi. Misalnya saja, produsen besar yang telah menguasai kebutuhan pokok terus menguasai pasar di seluruh daerah di Indonesia.

Sementara kata Kwik, sampai saat ini tidak ada kontrol dari pemerintah. Dia menganggap, tanpa adanya peraturan dan pengaturan oleh pemerintah, produsen akan memproduksi barang dan jasa yang dianggapnya memberikan laba yang besar.

Padahal untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, dibutuhkan kombinasi sistem ekonomi liberal dan sistem politik otoriter, yang oleh banyak ahli disebut market oriented authoritarianism. Ini yang kemudian membuat Singapura menjadi negara dikdaya di Asia saat ini. Lantaran kesuksesan mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew meramu sistem liberal di negara tersebut.

Meski menganut sistem liberal, Lee dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan otoriter. Sebagai pemimpin, ia mengedepankan sikap disiplin dan tegas terhadap penegakan hukum. Kuncinya, ia beranggapan bahwa negara harus menjadikan hukum sebagai panglima, bukannya kebijakan yang bersifat politik.

Salah satu contoh kecil kebijakan disiplin yang diterapkan oleh Lee adalah melarang membuang sampah di sembarang tempat. Mewajibkan pemilik perusahaan untuk menyisihkan 20 persen biaya dari total gaji karyawan untuk dialokasikan sebagai asuransi jiwa para karyawannya. Semua pengusaha wajib menaatinya.

Terlepas dari Singapura memang bukanlah negara demokrasi, namun dapat dipetik pelajaran dari sistem kapital yang diterapkan oleh Singapura justru juga banyak mengedepankan sistem sosialis yang bermanfaat untuk kemaslahatan rakyatnya. Sementara yang terjadi di Indonesia justru kapitalisme berkembang dahsyatnya tanpa diimbangi dengan regulasi dan kebijakan sosialisme yang tepat sasaran.

Dengan kata lain, pertumbuhan modal memang memiliki akselerasi yang sangat cepat, namun ini terjadi pada segelintir orang saja. Ibaratnya si kaya makin kaya. Padahal hal ini perlu diimbangi dengan rezim politik otoriter, begitu kata Kwik.

Dijelaskan Kwik, salah satu sebab mengapa pemerintah tidak peduli dengan adanya kesenjangan sosial, karena pemerintah terobsesi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saja. Padahal mereka tidak mengetahui persis apa arti PDB secara filosofis. Sekilas jika dipahami secara sederhana, PDB adalah barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia tanpa peduli siapa yang membuat PDB dan siapa yang memilikinya.

Akibatnya, sampai saat ini potret kesenjangan menghiasi wajah kota besar, termasuk Ibukota Jakarta. Orang miskin tidak hanya di pedalaman atau pedesaan saja, justru lebih banyak ditemukan di kota besar. Kemiskinannya sudah melampaui batas-batas kemanusiaan. Ini harus segera diatasi oleh negara, kalau tidak kondisi ekonomi Indonesia akan makin terpuruk.

Meski begitu, kelihatannya pemerintahan Jokowi-JK saat ini juga akan lebih konsentrasi untuk meningkatkan PDB tanah air. Ini dibuktikan dengan lawatannya ke sejumlah negara beberapa waktu yang lalu. Kemudian menghasilkan kerjasama bilateral antar negara, dan bahkan berhasil memboyong investor Jepang dan China agar masuk di Indonesia.

Bersambung ke bagian II

Translate