Sumber Foto: marischkaprudence.blogspot.com |
Judul yang digunakan bukan klise dari apapun. Ini adalah
penampakan dari realitas pada hari ini. Meski kedua hal tersebut sangat jauh
berbeda, dengan nilai ketermukaan nilai berita sepeti langit dan bumi. Dan sama
sekali tidak ada hubungannya.
Pada Selasa (12/8/2014) pagi di tengah kemajemukan kendaraan
yang berjubal saling berhempitian berebut ruang keluar masuk Surabaya, di sudut
jalan tampak menjadi pembeda. Keheningan alam Kebun Binatang Surabaya (KBS)
tampak makin berseri seolah memecah keruwetan kota metropolitan.
wajah para pengelola KBS tidak seperti biasanya, saat itu tampak
selalu sumringah. Jika biasanya ia enggan, bahkan takut saat ketemu wartawan,
pagi itu justru mereka mengundang para awak media untuk berkunjung ke tempat
yang sekarang menjadi aset Pemkot Surabaya tersebut.
Agus Supangat selaku Humas KBS tampak berseri-seri saat
megundang wartawan. Para pekerja pers pun melihatnya sebagai hal yang kurang
biasa dipandang. Telisik, ternyata Agus ingin mengabarkan info baik tentang
KBS.
Tentunya kabar baik itu bukan kabar hewan yang memakan plastik,
makanan yang berformalin, kandang rusak, kandang yang tak memenuhi standar
konservasi hewan, atau bahkan kabar kematian hewan. Justru sebaliknya, Agus
dengan semangat kemerdekaan mengatakan KBS telah memiliki koleksi satwa jenis
Kerbau Afrika (Watusi) baru.
"Selasa pagi, pasangan Watusi (Lamidi dan Jumirah) milik
KBS melahirkan anakan jantan dengan selamat dan sehat. Karena bertepatan dengan
hari selasa maka kami beri watusi mungil itu dengan nama Seloso. Ini menambah
jumlah koleksi KBS dari 2 watusi menjadi 3 Watusi," semangatnya
membeberkan.
Sementara itu, Agus juga menunjukkan beberapa koleksi binatang
lain yang sudah dan bersiap melahirkan. Di antaranya celeng langka yang telah
melahirkan enam ekor anak pada pekan lalu dan anoa yang bersiap menyambut
keluarga baru.
Namun hal ini tidak ada hubungan sama sekali dengan anggota
dewan yang meninggal. Meski begitu, toh tetap saja kedua kejadian tersebut
terjadi dalam waktu yang saling berdekatan. Terkait kabarnya anggota dewan yang
meninggal, nilai pemberitaannya jauh lebih kuat dan lebih memiliki asas
ketermukaan terhadap publik.
Seperti yang dikabarkan oleh Seluruh media nasional, Ketua
Komisi V DPR RI, Laurens Bahang Dama
(LBD) dinyatakan meninggal setelah tersengat listrik saat menolong putrinya
yang juga kesetrum di kamar mandi lantai dua rumahnya, Bali.
Meski sempat dilarikan ke Rumah Sakit di Denpasar, nahas nyawa
politisi dari Partai Amanat Nasional itu tidak bisa tertolong. LBD yang juga
sebagai anggota tim sukses pasangan Prabowo-Hatta dalam pemilu 9 Juli 2014 lalu
itu sejatinya pulang ke Bali untuk memberi kejutan kepada keluarga besarnya.
"Setelah pulang, ayah sempat mengajak saya dan adik untuk
belanja baju warna putih. saya sempat berfirasat buruk, tapi saya buang jauh
itu," kenang Diana Dama, putri sulung LBD.
Berita ini menjadi pukulan berat bagi keluarga dan sejumlah
teras pejabat tanah air. LBD yang sering nongol ke layar televisi itu dikenal
sebagai sosok yang kritis. Karena kekritisan itulah yang membawa LBD ke puncak
karirnya sebagai Ketua Komisi V DPR RI mewakili PAN.
Terlepas dari semua itu, kedua kejadian tersebut menjadi
renungan bagi kita semua. Bahwa apapun yang kita pikirkan, sejatinya belum sama
sekali sesuai dengan apa yang bisa kita lihat. Apapun itu perspektif masyarakat
tentang kesemrawutan KBS, toh nyatanya mereka mampu menunjukkan kebaikan dengan
datangnya titipan Tuhan berupa kerbau afrika mungil.
Di sisi lain, meski harapan Prabowo-Hatta terlalu besar terhadap
tim suksesnya, termasuk peran serta LBD untuk mendorong Prabowo-Hatta mencapai
puncak kepemimpinan RI 1. Nyatanya, Prabowo-Hatta dan keluarga besar PAN harus
berlapang dada dengan hilangnya satu akar rumput yang kritis dari barisannya.
LBD bukan lantaran hengkang ke partai lain atau memutuskan
mundur sebagai tim sukses seperti mantan Ketua MK, Mahfud MD. Tapi tangan Tuhan
yang berkehendak agar LBD berhenti menjadi politisi, berhenti memberikan
kejutan pada keluarga, berhenti membelikan baju anak, dan berhenti berada di
dunia ini untuk menghadap pada sang pencipta, Tuhan yang maha Esa.
Apapun yang kita lakukan, lakukanlah itu karena berlandaskan
keimanan dan kepercayaan. Jauh dari pada itu, Tuhan selalu menilai. Tuhan
selalu memberi jawaban atas semua penilaian itu, meski tidak semua sama seperti apa yang kita inginkan. Karena
apapun yang kita lakukan selalu berawal dan berakhir pada Tuhan.