Senin, 24 Maret 2014

Acuhkan Suryadharma Ali, Din Syamsuddin Pilih Jokowi



opinion leader, analist, and investigation report
FOTO: www.jurnalhajiumroh.com
TIME DOCUMENTARY— Perlakuan berbeda ditunjukkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsudin saat memberikan dukungan Calon Presiden (Capres) 2014, Jokowi dengan Suryhadarma Ali. Seperti yang terlihat pada Kamis (20/3) lalu saat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali, meminta dukungan terhadap Din Syamsuddin dalam pencaturan pemilu 2014.

Seperti dilansir dari merdeka.com, lazimnya tokoh ulama Muhammadiyah, Din pun menanggapi positif kedatangan Suryadharma Ali ke kantornya tersebut. Dalam kesempatan itu Din juga mengatakan akan mendukung dan mendoakan PPP di pemilu mendatang. "Kita hanya bisa mendoakan, karena kita hanya tentang dakwah bukan politik," ujarnya pasif.

Setelah Suryadharma Ali memohon kepada Din agar turun gunung untuk mendukung partai bersimbol ka’bah itu, Din justru melontarkan kalimat dengan lelucon. "Saya lihat di survei, saya sempat masuk menjadi cawapres PPP, alhamdulillah saya tersanjung. Semoga bisa terwujud," ucapnya lalu tertawa.

Namun sikap Din, terlihat berbeda saat tokoh Muhammadiyah itu bertemu dengan Capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Joko Widodo (Jokowi). Din tampak menyanjung Gubernur DKI Jakarta tersebut. Sikap kepedulian Din, itu ditunjukkan dengan mengaku bahwa jamaah Muhammadiyah banyak yang senang pada Jokowi. Seperti yang dikutip dari tribunnews.com. "Jamaah Muhammadiyah itu banyak yang senang dengan pak Jokowi," ujarnya se-usai bertemu Jokowi di kantor Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis lalu.

Din menjelaskan, Jokowi juga memiliki kedekatan dengan warga Muhammadiyah. Kedekatan itu terjalin bukan ketika Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, tetapi ketika Jokowi masih menjabat sebagai Walikota Solo. "Pak Jokowi enggak banyak yang tahu, bahwa dia sudah akrab dengan Muhammadiyah. Paling tidak acara Muhammadiyah yang saya datangi, beliau ada sehingga saya sudah kenal lama juga," ucap Din.

Karena kedekatan itu, Din menceritakan bahkan Ibunda Jokowi aktif di pengajian Muhammadiyah Solo. "Keluarganya, ibu kandungnya, menurut Pak Jokowi, sering ikut pengajian Ahad pagi di Muhammadiyah Solo. Istrinya (Iriana) bahkan membangun joglo di SD Alam Muhammadiyah di Solo," kata Din.
Namun kepada kompas.com Din Syamsuddin membantah ada deal politik dalam pertemuannya dengan Jokowi pada Kamis lalu itu. Ia mengatakan, pertemuan tersebut merupakan sebuah silaturahim biasa. "Deal itu kalau dilakukan di tempat tersembunyi. Ini kan tempat pertemuannya terbuka dihadiri banyak orang," kata Din di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/3).

Meski saat ini Jokowi sudah resmi diusung oleh PDI-P sebagai bakal capres, menurut Din, dalam pertemuan kemarin, kapasitas Jokowi ialah sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Belum ada pembicaraan tegas dan jelas soal capres dan cawapres sebab belum waktunya. Pak Jokowi bertemu dalam kapasitas sebagai gubernur Jakarta. Dia kan belum definitif ditetapkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai capres," ujar Din.
Ia menambahkan, tak ada pembicaraan soal capres dalam pertemuan itu. Menurut Din, dia dan Jokowi hanya membicarakan soal peran Muhammadiyah yang ingin ikut membangun DKI Jakarta. "Misalnya soal rencana merenovasi pusat dakwah Muhammadiyah agar diberikan IMB (izin mendirikan bangunan). Lalu, soal pendidikan dan kesehatan. Muhammadiyah kan banyak sekolah di Jakarta, kita juga punya rumah sakit," cerita dia.

Lagi pula, kata Din, sebagai organisasi Islam, tidak benar jika Muhammadiyah berpihak mendukung partai atau tokoh politik tertentu. "Kalau secara individual mendukung tidak apa-apa. Tapi, kalau secara organisasi, tidak boleh. Dan perlu dicatat, kami juga pernah bertemu dengan tokoh politik lainnya, ada Pak Prabowo, Aburizal. Siapa pun yang datang kami terima itu sebagai silaturahim baik antara sesama anak bangsa," tambah Din. (vit)


Sabtu, 22 Maret 2014

54 Persen Rakyat Terindikasi Golput Pileg 2014

opinion leader, analist, and investigation report
FOTO: mampus.wordpress.com
TIME DOCUMENTARY—Fakta  mengejutkan dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa 54 persen rakyat indonesia belum mengetahui pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Seperti yang dilansir di situsnya, LSI menilai minimnya sosialisasi dan pengetahuan membuat masyarakat belum mengetahui pelaksanaan Pileg pada 9 April mendatang.

Dari hasil survei yang dilakukan kepada 1.890 responden di atas usia 17 tahun ke atas dari 33 propinsi pada akhir Desember 2013 lalu merilis hanya 46 persen masyarakat yang benar-benar mengetahui pelaksanaan pemungutan Pileg 2014. Itu pun kebanyakan para pemilih yang sudah mengetahui tanggal pelaksanaan Pileg dari televisi dan media massa lainnya. 

Dirinci oleh LSI, kebanyakan para pemilih mengetahui pelaksanaaan Pileg dari televisi sebanyak 65 persen, ketua RT 16 persen, keluarga dan teman 17 persen. Lebih lanjut sumber informasi lebih banyak dari kepala desa 12 persen, media massa cetak 10 persen, poster dan baliho 10 persen, dari sumber lainnya 6 persen, serta tidak tahu sebanyak 8 persen.

Hal ini ditengarai karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah terhadap masyarakat di daerah. Alhasil dari hasil rilis LSI, juga membeberkan bahwa sedikit informasi yang diketahui masyarakat. Minimnya informasi pemilu kepada masyarakat mencapai 52 persen, sedangkan tidak memiliki informasi sebanyak 21 persen, cukup banyak informasi hanya 20 persen, sangat banyak informasi sebatas 2 persen, dan menjawab tidak tahu 1 persen.

Dari data di atas, terindikasi bahwa bisa saja sebanyak 54 persen masyarakat yang belum mengetahui tanggal pelaksanaan Pileg akan menjatuhkan pada pilihan Golput.

Meskipun demikian hal itu tidak menjadi angka final dikarenakan prosentase ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pileg sangat tinggi. Yakni mencapai 90 persen masyarakat menyatakan akan memilih. Sedangkan hanya 9 persen yang dimungkinkan tidak ikut menentukan pilihannya. Dari data ini LSI juga mencatat bahwa perlu adanya dorongan masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif dalam Pileg 2014 nantinya. Di antaranya baik melalui sosialisasi iklan di televisi, pertemuan informal, program talk show media massa, debat kandidat, maupun penyebaran poster dianggap cukup menarik perhatian masyarakat. Margin error survei ini kurang lebih 2,3 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. (vit)



LIMIT: Konglomerasi Rezim Media Massa

Penulis Essay: Senja Hidayat

Lahirnya kebebesan pers di Indonesia tidak terlepas dari peran serta masyarakat yang menginginkan informasi yang berkualitas tanpa pembredelan, atau bahkan swasensor. Dapat dilihat selama lebih dari satu dekade ini, kemajuan media massa di tanah air seperti menuai hadiahnya. Kebebasan pers melahirkan rezim media. Tidak ada bayang-bayang publik yang tidak bisa dikuak oleh para pemburu berita. Bahkan untuk memperoleh segala informasi bagi publik, banyak di antaranya disiplin jurnalisme mengajarkan metode penguakan masalah dengan cara investigasi. Salah satu bukti adalah yang dilakukan oleh harian Indonesia Raya pada tahun 1969 dan 1972 yang menguak kasus korupsi di Pertamina dan Badan Logistik.

Namun seiring dengan kehebatan kebebasan pers, media massa mempunyai senjata untuk melindungi pemiliknya. Ibarat anjing yang tidak akan pernah menggigit tuannya. Para wartawan suatu perusahaan besar semisal Jawa Pos tidak akan menguak kasus korupsi di sektor BUMN. Lalu TV One hanya akan meliput korban lumpur Lapindo saat Aburizal Bakrie memberikan kucuran ganti rugi begitu seterusnya dengan perusahaan lainnya. 
Dapat dicatat, seluruh media massa terkenal di indonesia hanya dikuasai oleh 13 perusahaan maupun perorangan saja. Siapa lagi mereka kalau bukan pimpinan MNC Group, Hari Tanus Hary Tanoesoedibjo, lalu Kompas Gramedia Group milik Jacob Oetomo, Elang Mahkota Teknologi milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja, Mahaka Media dipunyai oleh Abdul Gani dan Erick Tohir, CT Group dipunyai Chairul Tanjung, Beritasatu Media Holdings Group milik James Riady, Media Group milik Surya Paloh, Media Asia (Bakrie & Brothers) milik Anindya Bakrie, Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan dan Azrul Ananda, MRA Media milik Adiguna Soetowo dan Soetikno Soedarjo, Femina Group milik Pia Alisyahbana dan Mirta Kartohadiprodjo, Tempo Inti Media milik Goenawan Mohamad, Media Bali Post Group (KMB) milik Satria Narada.
Setidaknya hal itu menjadi pemicu lahirnya media massa ekstream atau partisan dengan idealis sebagai media alternatif masyarakat.__

Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa dan Media Massa







 Landasan Berpikir
Kebutuhan manusia akan informasi dapat dikatakan sudah menjadi hal pokok yang terus dan harus terpenuhi. Sederhananya setiap saat manusia akan mencari tahu apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Seolah  telah menjadi perspektif naluri, bahkan manusia sering melakukan segala cara hanya untuk mengetahui sebuah informasi.
Dewasa ini perkembangan media massa sangat signifikan. Di indonesia sendiri, perkembangan media massa berbalik seratus delapan puluh derajad ketika masa orde baru kandas. Koran-korang reformasi kemudian bermunculan seiring dengan ditetapkannya undang-undang pers nomor 40 tahun 1999. Bak jamur di musim penghujan, bahkan banyaknya media tidak hanya pada skala nasional, di daerah-daerah pun tidak ingin kalah akan berkembangnya media massa. Media massa bermunculan di mana pun.
Berkembangnya media massa juga tidak hanya pada kuantitasnya yang tidak dapat dihitung berapa banyaknya itu. Media massa membentuk dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. banyak cara dan metode yang dilakukannya. Baik membentuk media massa jenis koran, televisi, online, bahkan media massa membentuk dirinya ke dalam media sosial masyarakat seoerti twitter, facebook, dan masih banyak lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan masyarakat akan informasi tidak dapat dipungkiri dan terus berkembang seiring berkembangnya era dan zaman.
B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penyusun fokus pada perkembangan media massa dari masa ke masa. Oleh karena itu, rumusan masalah yang dapat dihimpun dari hipotesa di atas adalah “Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa hingga Media Massa,”.

C.      Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang coba digali oleh penyusun adalah tentang proses panjang sejarah media massa  di dunia, khususnya di indonesia. Agar memahami, sebelum mencapai kebebasan pers seperti saat ini, pers indonesia pernah melalui pahit-getir pemberedelan media, penutupan, hingga tidak sedikit yang berujung pada penahanan.
Selain sebagai penunjang tugas mata kuliah Teknologi Komunikasi, juga penyusun harapkan akan berguna bagi review sudut pandang bagi pelaku pers saat ini atau masyarakat pada umumnya agar terus memperjuangkan sistem pers lebih baik, seiring kebutuhan manusia akan informasi yang objektif, mengacu pada kebenaran, serta pada hati nurani.

D.     Asal-Usul Komunikasi Massa
Setiap hari manusia, dewasa ini tidak terlepas dari kebutuhan akan informasi dari media massa. Khalayak bahkan menuntut diri untuk mengetahui segala bentuk informasi. Oleh karena itu, tidak dipungkiri jika media massa menjadi kebutuhan pokok bagi khalayaknya. Dapat ditegaskan bahwa media massa adalah alat utama dalam komunikasi massa. Hal ini berarti media massa telah mempengaruhi dan bahkan membentuk perilaku masyarakat.
Namun seiring berkembangnya media massa dari zaman ke zaman, ternyata tidak terlepas berkembangnya kehidupan manusia. Artinya, perkembangan komunikasi itu tidak bisa terjadi jika manusia itu sendiri tidak ingin berkembang. Singkatnya, perkembangan media informasi dan komunikasi manusia sejalan dengan sejarah manusia.
Melihat dari perkembangan komunikasi yang cukup pesat, ilmuan berusaha membuat pijakan dasar untuk melihat sejarah perkembangan komunikasi massa. Seperti yang diuraikan oleh Melvin De Fleur dan Sandra, dalam bukunya Theories of Mass Communication (1989) disebutkan terdapat lima revolusi komunikasi massa. Pertama, mereka mendifinisikan awal mula komunikasi massa tejadi pada zaman saat manusia masih menggunakan tanda, isyarat sebagai alat komunikasinya. Kedua, zaman saat digunakannya bahasa dan percakapan sebagai alat komunikasi. Ketiga, zaman saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya. Keempat, era media cetak sebagai alat komunikasi. Dan kelima, era digunakannya media massa sebagai alat komunikasi bagi manusia. Namun apa yang didefinisikan oleh DeFleur kemudian menjadi perdebatan ketika teori tersebut berbenturan dengan teori Darwin yang menyebutkan gen manusia berasal dari kera.

E.      Perkembangan Media Massa dari Masa ke Masa
Namun sejarah jurnalistik dimulai pada suatu zaman, di salah satu kerajaan yang sedang gemilang. Sebagai ukuran kekayaan disebutkan bahwa emas melimpah dan budak belian tidak terhitung banyaknya. Sebagai ukuran kebudayaan tertinggi, patung, piramid, dan prasasti dibangun di mana-mana dengan megahnya. Pada saat itu juga untuk pertama kalinya, kaisar Mesir, Amenhotep III (1405-1367 SM) mengutus ratusan wartawan membawa surat berita untuk seluruh pejabat ke semua provinsi. Tindakan tersebut kemudian dianggap sebagai cikal-bakal jurnalistik.
Pada waktu itu mesir sudah mencapai kemajuan yang pesat. Orang-orang mesir diprediksikan sudah mengenal ilmu kimia, fisika, matematika dan ilmu pengetahuan lainnya untuk membangun piramid dan patung-patung yang beratnya lebih dari 30 ton per balok batu. Untuk menyusun batu dengan berat 30 ton masyarakat mesir pastinya sudah mengenal berbagai disiplin ilmu pengetahuan semisal ilmu fisika- bagaimana cara membentuk batu menjadi bentuk kubus, lalu menyusunnya menjadi piramid. Lalu dengan apa mereka mengangkut batu-batu besar tersebut dari hulu sungai nil yang jaraknya 1000 kilometer. Padahal di masa itu, juga belum ditemukan mobil, kereta, alat berat, atau sejenisnya, kecuali ribuan bahkan jutaan budak.
Sementara di sisi jurnalistik, menurut para ahli di Amerika Serikat apa yang dilakukan kaisar Amenhotep III sebagai cikal-bakal jurnalisme ketika raja menyebarkan informasi kepada para pejabat di seluruh provinsi. Di Nusantara, hal itu juga terjadi saat zaman kerajaan semisal zaman Majapahit, Sriwijaya dan lain sebagainya telah ada para pembawa berita yang berkeliling menyampaikan pengumuman kepada khalayak. Bisa pengumuman sayembara, pengumpulan upeti dll.
Pengembangan jurnalistik terus berlanjut seiring kebutuhan manusia akan komunikasi. Hingga pada 15 Januari 1609 untuk pertama kalinya surat kabar Jerman, Avisa Relation Oder Zeitung terbit untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat secara mingguan. Barulah pada 1702, Daily Courant di London menjadi pelopor koran harian yang rutin setiap hari mewartakan setiap informasi di Inggris.
Sedangkan di indonesia sendiri, jurnalistik Eropa masuk ke Hindia Belanda setelah Gubernur Jenderal belanda, Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1587-1629 memprakarsai penerbitan newsletter yang dinamakan Memorie der Nouvelles. Pada waktu itu, berita dengan tulisan tangan tersebut dicetak dan disebarkan kepada orang-orang penting di Jakarta.  Isinya pun masih berita-berita dari Belanda yang dibawa ke Indonesia.
Satu abad kemudian, barulah surat kabar pertama kalinya di Indonesia lahir, setelah Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen terbit pada 7 Agustus 1744 dalam ukuran kertas folio. Namun karena sempat dilarang terbit, akhirnya menunggu waktu setahun barulah surat kabar pertama itu diperbolehkan edar di Indonesia. Namun sayangnya, hanya bertahan dua tahun saja.
Sedangkan surat kabar hasil prakarsa putera bangsa, baru terbentuk pertama kali pada tahun 1902, setelah Medan Prijaji sebagai pelopor suara kemerdekaan diterbitkan oleh Raden Mas Tirtoadisuryo. Akibatnya, wartawan yang dengan peliputannya telah menggunakan suara hati itu ditahan oleh pemerintah belanda lantaran pemberitaannya.
Sejak itu berselang setelah kemerdekaan, surat kabar mulai bermunculan. Mulai dari harian Kedaulatan Rakyat, Merdeka, Waspada, Pedoman, Indonesia Raya, Suara Merdeka dan lain sebagainya. Namun jalan terjal pula dialami pada masa pers partisan. Pada era Orde Lama salah satu contohnya, Pemimpin Redaksi Indonesia Raya, Mochtar Lubis keluar-masuk tahanan. Peristiwa-peristiwa pahit itu berlanjut hingga masa pememrintahan orde baru. Di mana, Soeharto membredel dan menutup sementara 7 koran, di antaranya Kompas, Merdeka, Sinar Harapan, Pelita dan lainnya.
Setelah tampuk pemerintahan orde baru runtuh, barulah angin segar kebebasan pers menyeruak kepermukaan. Hingga pada 23 September presiden mengesahkan undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers. Sistem beredel dan sensor pun diakhiri serta dihapuskan. Perizinan yang dulunya sangat ketat pun ditiadakan bagi media pers cetak.
Memasuki masa keemasan dunia pers di indonesia, di saat runtuhnya rezim orde baru itulah, era reformasi menjadi jembatan berbagai media massa untuk lahir dan berkembang menjadi pesat. Beberapa catatan, ratusan media massa cetak baik nasional maupun lokal menjamur. Kebanyakan media massa tersebut menjadi pemotor tumbuhnya demokrasi di indonesia, atau dalam istilahnya sebagai koran reformasi.
Namun satu dekade kemudian, banyak media massa di indonesia yang gulung tikar lantaran persaingan bisnis yang ketat. Sistem pers yang bertanggung jawab terhadap sosial dipadu dengan sistem pers yang liberal banyak Koran Kuning (koran dengan kualitas buruk) yang akhirnya gulung tikar.
Hingga saat ini sudah tidak tercatat lagi berapa banyaknya media massa di sekitar manusia. Mulai dari cetak, media massa online, radio, televisi, dan lainnya.  Cara-cara media massa menyentuh khalayaknya juga bermacam-macam canggihnya. Mulai melalui media sosial semisal facebook dan twitter. Perkembangan media di atas menunjukkan bahwa dari masa ke masa, media massa terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia akan informasi yang begitu dahsyatnya.
F.       Beberapa Teori Dampak Media Massa
Teori Kultivasi, teori ini dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada presepsi, sikap, dan nilai-nilai orang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan George Gerbner di Annenberg School of Communication, 1980. Gerbner beransumsi televisi telah menjadi tangan budaya utama masyarakat Amerika Serikat. Dari hasil penelitiannya, rata-rata setiap keluarga menonton TV empat jam dalam sehari, bahkan terkadang bisa lebih lama lagi.
Gerbner menilai TV pada hakikatnya memonopoli dan memasukkan sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari keterbukaan pesan tersebut diasumsikan olehnya sebagai proses kultivasi. Pengajaran pandangan bersama tentang dunia sekitar.
Spiral kesunyian, teori yang dikembangkan oleh Elisabeth Noelle Neumann itu mempunyai dampak yang sangat besar pada pembentukan opini publik. Ia menjabarkan terdapat tiga karakteristik komunikasi massa. Yakni kumulasi, ubikulasi, dan harmoni. Ketiga itu digabungkan dan menghasilkan dampak pada opini publik yang sangat kuat.
Menurutnya, kumulasi mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan tertentu secara perlahan dari waktu-ke waktu. Lalu ubikulus, mengacu pada kehadiran media massa yang tersebar luas. Sedangkan harmoni, mengacu pada gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan sering kali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, jaringan televisi, dan media lain yang berbeda-beda.
Teori Pembelajaran Sosial, sebenarnya teori ini adalah teori di bidang psikologi yang digunakan dalam mempelajari media massa. Teori ini menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Biasanya digunakan untuk menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan di televisi. Tapi, dapat dikatakan, teori ini hanya sebatas pembelajaran secara umumm yang dapat diaplikasikan pada bidang dampak media massa.
Pembingkaian Media, lazim disebut agenda setting ini cenderung membingkai isu-isu dengan pelbagai cara. Bisa juga didefinisikan sebagai gagasan pengaturan pusat untuk isi berira yang memberikan konteks dan mengajukan isu melalui penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian, dan pemerincian (Tankard dkk, 1991).
Teori ini berguna bagi pengkajian liputan berita media. Sedikit banyak konsep media menyajikan sebuah paradigma baru untuk mengganti paradigma lama yang meneliti objektifitas dan prasangka media. Apakah liputan berita tersebut positif, netral, atau negatif terhadap calon, gagasan, atau kelembagaan.
Determinasi Media, sebuah teori ekstrem yang menyatakan dampak teknologi tidak terjadi pada tingkat opini atau konsep, tetapi mengubah rasio indera atau pola presepsi dengan mantap tanpa adanya perlawanan. Sebuah teori yang dicetuskan McLuhan 1965 itu menjelaskan dampak yang paling penting dari media komunikasi adalah bahwa media komunikasi mempengaruhi kebiasaan persepsi dan berpikir manusia. Media cetak menekankan pada penglihatan. Pada gilirannya, media cetak mempengaruhi pemikiran manusia, membuatnya linier, berurutan, teatur, berulang-ulang, dan logis. Hal ini memungkinkan memisahkan pemikiran manusia dari perasaan.

Hegemoni Media, gagasan ini dilontarkan oleh Antonio Gramsci, 1992, yang memberikan pengaruh luas. Menurutnya, media massa dipandang seperti dikuasai oleh golongan yang dominan dalam masyarakat. Mereka menggunakannya sebagai kekuasaan atas seluruh masyarakat lainnya. Hegemoni media menyatakan bahwa berita dan isinya di Amerika Serikat disesuaikan dengan kebutuhan ideologi kapitalis, atau korporat.

Tole Ompong: Indonesia memasuki Era Jokowi

penulis: Senja Hidayat

Sekedar Ompong kosong-- Keputusan PDI Perjuangan mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) bukanlah perkara aji mumpung. bukan juga soal kredibilitas Jokowi sebagai mantan Walikota Solo maupun sebagai Gubernur DKI Jakarta. Lebih dari sekedar itu, Megawati sebagai eang-nya partai banteng itu mempunyai penilaian tersendiri tentang sosok Jokowi. Megawati mempunyai keistimewaan untuk membaca yang istimewa.

Sekedar kilas balik. Berdirinya Indonesia sebagai negara merdeka juga bukan berasal dari wacana sosial yang kemudian lahir di antara wajah kemiskinan bangsa saat itu.  Wacana kemerdekaan mendengung jauh hari dari gerakan kepemudaan semacam Budi Utomo. Hingga pada klimaksnya, Soekarno sebagai tonggak wacana merdeka pada saat itu berhasil memberikan sugesti kepada seluruh lapisan masyarakat Hindia Belanda untuk membangun mimpi sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Tidak heran jika sosok Soekarno sangat kharismatik bagi masyarakat Indonesia, sampai saat ini. lebih tepatnya sebagai tokoh revolusi. Perjuangannya dalam menyatukan ribuan pulau Nusantara menjadi negara Indonesia terwujudkan. tidak dipungkiri, hal itu dikarenakan Soekarno mempunyai figur kepemimpinan yang mampu mendoktrin masyarakat agar melawan penindasan. sayangnya, rezim orde baru yang dibangun selama kurang lebih sepuluh tahun harus kandas dengan memilukan. kabinet Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) terpecah-belah. hingga mengakibatkan krisis besar-besaran pada masa itu. Parahnya partai Komunis Indonesia melakukan agresi militer dengan membunuh tujuh jenderal di lubang buaya.

Dipimpin oleh Letjen Soeharto masa itu, Gerakan yang biasa disebut G30S/PKI mewabah. seluruh kader PKI atau pun orang yang bersentuhan dengan PKI diculik dan dibuang ke pulau buruh. satu di antara contoh yang dialami anggota organisasi Lekra,  Pramoedya Ananta Toer yang harus kehilangan tulisan-tulisannya yang kritis akibat dibakar. tidak hanya itu, Pram juga harus menjalani masa pengasingan tanpa proses peradilan di pulau buruh. hingga akhirnya Soekarno ditetapkan sebagai tahanan politik atas keputusan MPR yang menolak dekritnya sebaga presiden seumur hidup. Rezim orde lama pun runtuh diganti dengan baru.

Dengan dalih Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Soeharto membumbungkan wacana pemberangusan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia. Dengan dibantu peran pers masa itu yang kelaparan akan rasa kebebasan, Soeharto membangun rezim orde barunya. Sekali lagi, Indonesia mempunyai pemimpin yang mempunyai agenda setting yang dapat mendoktrin di dalam nurani masyarakat. Soeharto dengan lantangnya menjabarkan program P-4 Pancasila hingga ke Sekolah Dasar untuk memberangus akar-akar PKI. Dan Soeharto pun berhasil.

Pembungkaman pers pun mulai dilakukan sejak tahun 1974, saat pecahnya tragedi Malari. tahun berikutnya, puluhan surat kabar termasuk Majalah Tempo dibredel dan dicabut Surat Ijin Terbit-nya (SIT). pembungkaman pers pun terus berlangsung hingga hampir 30 tahun lamanya. Soeharto sekali lagi berhasil membangun rezimnya dengan tangan besinya. Namun itu tidak lama. setelah pada tahun 1994 para wartawan dan aliansi masyarakat pers turun ke jalan untuk mencari kebebasan pers, atas pembredelan majalah tempo dan lainnya.

Hingga pada Mei 1998 itu menjadi tragedi besar dalam hidup Soeharto. tampuk kekuasaannya runtuh akibat masyarakat yang mengatasnamakan kebebasan pers, berpendapat dominasi mahasiswa seluruh tanah air menduduki Senayan. Rezim Soeharto pun runtuh. dan awal reformasi dimulai. meskipun demikian Soeharto tetap dicatut sebagai Bapak Pembangunan serta menganugerahkan dirinya sendiri sebagai Jenderal Besar bintang lima.

Pada masa transisi orde baru hingga reformasi, sosok-sosok pemimpin di tengah masyarakat sulit ditemukan. dengan uforia kebebasan yang ambigu masyarakat lebih skeptis terhadap satu sama lainnya. hingga terpilihnya Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati sebagai presiden ke tiga, empat dan lima Indonesia, masyarakat masih belum sama sekali terdoktrin atas wacana yang dibangun oleh ketiga pemimpin tersebut. Habibie belum bisa meyakinkan masyarakat indonesia dengan kondisi realitas krisis masa itu untuk menjadi negara adidaya pembuat pesawat terbang. atau pun pluralisme Gus Dur yang dianggap omong kosong, dan Megawati atas keputusan agresi militer di Timur Leste. Masyarakat belum bisa menerima itu sebagai suatu wacana yang harus dilakukan bersama.

Sampai pada 2004 lalu, terlahir tokoh baru mantan menteri dalam kabinet Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono yang menjelma dengan rezim demokrasinya. mudah saja bagi SBY saat itu untuk menjadi presiden. diusung partai baru Demokrat, dan di tengah uforia demokrasi masyarakat Indonesia SBY membawa wacana perbaikan perekonomian dalam era global. Liberalisme demokrasi tak terelakkan menjadi produk andalan SBY untuk kembali memenangi pemilu pada tahun 2009. Terbukti ekonomi indonesia di mata dunia, mengalami peningkatan secara signifikan. Namun sekali lagi, rezim tetaplah rezim. entah orde lama, baru, reformai, demokrasi, atau rezim teknokrasi tetaplah sebuah era yang akan terus berganti seiring bergantinya zaman.

setelah banyak politisi demokrat yang menjadi tersangka korupsi di kabinet Indonesia Bersatu jilid II, SBY dengan slogan antikorupsinya tak mampu membendung melubernya popularitas partainya dari pada tahun 2004 sebanyak 30 persen, menjadi hanya 13 persen saja. dan terus merosot hingga tak lebih dari 8 persen saja animo masyarakat terhadap partai demokrat.

Namun di sisi lain, setelah lama kokoh dengan idealisnya sebagai partai oposisi di era rezim demokrasi, PDIP mampu melahirkan kader-kader baru yang mampu menjawab kekecewaan masyarakat atas rezim SBY. munculnya mantan Walikota Solo dengan gaya khas blusukannya mampu membius masyarakat sebagai suatu wacana baru yang mampu mendoktrin masyarakat bahwa pemimpin haruslah loyal, dan melayani rakyat.

Uforia rakyat ditunjukkannya dengan cara menunjuk Jokowi sebagai  pemimpin DKI Jakarta bergandengan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengalahkan pasangan incumbent yang merajai jakarta masa itu, Fauzi Bowo. Tidak hanya sampai itu, uforia masyarakat yang mudah meletup-letup terus terbangun hingga wacana pencapresan Jokowi di Pemilu Presiden 2014. tak pelak hal itu membuat nama Jokowi membumbung tinggi. Dengan agenda setting sebagai sosok yang kalem, mudah bergaul dengan rakta, ngemong, serta melayani rakyat dengan gaya teknokrasinya, Jokowi mampu menandingi era Soekarno yang mendoktrin warga hindia belanda untuk merdeka, atau era Soeharto dengan rezim orde barunya.

Bahkan kegembiraan rakyat dalam menimang pria kelahiran Solo itu dibuktikan dengan memenangi berbagai survei dari seluruh lembaga survei di indonesia. Jokowi mampu mengalahkan popularitas Prabowo, Abu Rizal Bakrie, Mahfud MD, Jusuf Kalla, bahkan juga mengalahkan eang-nya di PDIP, Megawati Soekarno Putri. Tidak dipungkiri PDIP jauh hari sebelum dilaksanakannya pemilu legislatif pada 9 April 2014 langsung menunjuk Jokowi sebagai capres dari partai PDIP. tidak tanggung-tanggung wacananya, Megawati ingin melihat hasil perolehan suara di kursi senayan dengan melambungkan nama Jokowi. Mega dan Jokowi pun sering melakukan plesir ke seluruh pelosok negeri untuk melakukan kampanye.

dari peta wacana di atas, tidak terelakkan jika Jokow akan menjadi magnet tersendiri pada pemilu presiden 2014. hampir dipastikan Jokowi akan terpilih menjadi presiden. Meskipun demikian, pekerjaan PDIP belum mudah untuk menjadi partai penguasa nantinya. dikarenakan lebih dari 50 persen suara belum menentukan pilihannya, termasuk kepada Jokowi. Pakar Politi, Burhanudin Muhtadi mengakui itu uforia masyarakat indonesia atas munculnya sosok Jokowi begitu dahsyat. meskipun begitu Burhanudin tetap mengingatkan bahwa kredibilitas Jokowi sebagai pemimpin Solo dan DKI Jakarta belum memiliki legitimasi bagi masyarakat. Oleh karena itu lawan politik Jokowi nantinya bukan tokoh dari partai lain, tapi 50 persen suara yang belum menentukan pilihan. Hal ini menentukan nantinya apakah popularitas pria kalem itu mampu menekan angka 50 persen suara yang belum menentukan pilihan.

Namun sah-sah saja, di atas kertas Jokow sudah memenangi berbagai survei. elektabilitas dan popularitasnya sudah tidak diragukan lagi. tinggal kredibilitasnya yang harus dibuktikan kepada rakyat Indonesia. Apakah nantinya rezim teknokrasi, blusukan, atau rezim apalah itu yang digadang-gadang Jokowi mampu menjadi jembatan bagi rakyat untuk pemenuhan hidup lebih layak? atau sebatas rezim-rezim yang lalu, dan terus berlalu seiring lahirnya tokoh-tokoh baru Indonesia.

Selamat menentukan pilihan anda!

Translate