Landasan Berpikir
Kebutuhan manusia akan informasi dapat dikatakan sudah menjadi hal pokok
yang terus dan harus terpenuhi. Sederhananya setiap saat manusia akan mencari
tahu apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Seolah telah menjadi perspektif naluri, bahkan
manusia sering melakukan segala cara hanya untuk mengetahui sebuah informasi.
Dewasa ini perkembangan media massa sangat signifikan. Di indonesia
sendiri, perkembangan media massa berbalik seratus delapan puluh derajad ketika
masa orde baru kandas. Koran-korang reformasi kemudian bermunculan seiring
dengan ditetapkannya undang-undang pers nomor 40 tahun 1999. Bak jamur di musim
penghujan, bahkan banyaknya media tidak hanya pada skala nasional, di
daerah-daerah pun tidak ingin kalah akan berkembangnya media massa. Media massa
bermunculan di mana pun.
Berkembangnya media massa juga tidak hanya pada kuantitasnya yang tidak
dapat dihitung berapa banyaknya itu. Media massa membentuk dirinya sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. banyak cara dan metode yang dilakukannya. Baik
membentuk media massa jenis koran, televisi, online, bahkan media massa
membentuk dirinya ke dalam media sosial masyarakat seoerti twitter, facebook,
dan masih banyak lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan masyarakat akan
informasi tidak dapat dipungkiri dan terus berkembang seiring berkembangnya era
dan zaman.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penyusun fokus pada perkembangan media massa
dari masa ke masa. Oleh karena itu, rumusan masalah yang dapat dihimpun dari
hipotesa di atas adalah “Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa hingga Media
Massa,”.
C.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang coba digali oleh penyusun adalah tentang
proses panjang sejarah media massa di
dunia, khususnya di indonesia. Agar memahami, sebelum mencapai kebebasan pers
seperti saat ini, pers indonesia pernah melalui pahit-getir pemberedelan media,
penutupan, hingga tidak sedikit yang berujung pada penahanan.
Selain sebagai penunjang tugas mata kuliah Teknologi Komunikasi, juga
penyusun harapkan akan berguna bagi review sudut pandang bagi pelaku pers saat
ini atau masyarakat pada umumnya agar terus memperjuangkan sistem pers lebih
baik, seiring kebutuhan manusia akan informasi yang objektif, mengacu pada
kebenaran, serta pada hati nurani.
D.
Asal-Usul Komunikasi Massa
Setiap hari manusia, dewasa ini tidak terlepas dari kebutuhan akan
informasi dari media massa. Khalayak bahkan menuntut diri untuk mengetahui
segala bentuk informasi. Oleh karena itu, tidak dipungkiri jika media massa
menjadi kebutuhan pokok bagi khalayaknya. Dapat ditegaskan bahwa media massa
adalah alat utama dalam komunikasi massa. Hal ini berarti media massa telah
mempengaruhi dan bahkan membentuk perilaku masyarakat.
Namun seiring berkembangnya media massa dari zaman ke zaman, ternyata
tidak terlepas berkembangnya kehidupan manusia. Artinya, perkembangan
komunikasi itu tidak bisa terjadi jika manusia itu sendiri tidak ingin
berkembang. Singkatnya, perkembangan media informasi dan komunikasi manusia
sejalan dengan sejarah manusia.
Melihat dari perkembangan komunikasi yang cukup pesat, ilmuan berusaha
membuat pijakan dasar untuk melihat sejarah perkembangan komunikasi massa.
Seperti yang diuraikan oleh Melvin De Fleur dan Sandra, dalam bukunya Theories
of Mass Communication (1989) disebutkan terdapat lima revolusi komunikasi
massa. Pertama, mereka mendifinisikan awal mula komunikasi massa tejadi pada
zaman saat manusia masih menggunakan tanda, isyarat sebagai alat komunikasinya.
Kedua, zaman saat digunakannya bahasa dan percakapan sebagai alat komunikasi.
Ketiga, zaman saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya. Keempat, era
media cetak sebagai alat komunikasi. Dan kelima, era digunakannya media massa
sebagai alat komunikasi bagi manusia. Namun apa yang didefinisikan oleh DeFleur
kemudian menjadi perdebatan ketika teori tersebut berbenturan dengan teori
Darwin yang menyebutkan gen manusia berasal dari kera.
E.
Perkembangan Media Massa dari Masa ke
Masa
Namun sejarah jurnalistik dimulai pada suatu zaman, di salah satu
kerajaan yang sedang gemilang. Sebagai ukuran kekayaan disebutkan bahwa emas
melimpah dan budak belian tidak terhitung banyaknya. Sebagai ukuran kebudayaan
tertinggi, patung, piramid, dan prasasti dibangun di mana-mana dengan megahnya.
Pada saat itu juga untuk pertama kalinya, kaisar Mesir, Amenhotep III
(1405-1367 SM) mengutus ratusan wartawan membawa surat berita untuk seluruh
pejabat ke semua provinsi. Tindakan tersebut kemudian dianggap sebagai
cikal-bakal jurnalistik.
Pada waktu itu mesir sudah mencapai kemajuan yang pesat. Orang-orang
mesir diprediksikan sudah mengenal ilmu kimia, fisika, matematika dan ilmu
pengetahuan lainnya untuk membangun piramid dan patung-patung yang beratnya
lebih dari 30 ton per balok batu. Untuk menyusun batu dengan berat 30 ton
masyarakat mesir pastinya sudah mengenal berbagai disiplin ilmu pengetahuan
semisal ilmu fisika- bagaimana cara membentuk batu menjadi bentuk kubus, lalu
menyusunnya menjadi piramid. Lalu dengan apa mereka mengangkut batu-batu besar
tersebut dari hulu sungai nil yang jaraknya 1000 kilometer. Padahal di masa
itu, juga belum ditemukan mobil, kereta, alat berat, atau sejenisnya, kecuali
ribuan bahkan jutaan budak.
Sementara di sisi jurnalistik, menurut para ahli di Amerika Serikat apa
yang dilakukan kaisar Amenhotep III sebagai cikal-bakal jurnalisme ketika raja
menyebarkan informasi kepada para pejabat di seluruh provinsi. Di Nusantara,
hal itu juga terjadi saat zaman kerajaan semisal zaman Majapahit, Sriwijaya dan
lain sebagainya telah ada para pembawa berita yang berkeliling menyampaikan
pengumuman kepada khalayak. Bisa pengumuman sayembara, pengumpulan upeti dll.
Pengembangan jurnalistik terus berlanjut seiring kebutuhan manusia akan
komunikasi. Hingga pada 15 Januari 1609 untuk pertama kalinya surat kabar
Jerman, Avisa Relation Oder Zeitung terbit untuk memenuhi
kebutuhan informasi masyarakat secara mingguan. Barulah pada 1702, Daily
Courant di London menjadi pelopor koran harian yang rutin setiap hari
mewartakan setiap informasi di Inggris.
Sedangkan di indonesia sendiri, jurnalistik Eropa masuk ke Hindia Belanda
setelah Gubernur Jenderal belanda, Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1587-1629
memprakarsai penerbitan newsletter
yang dinamakan Memorie der Nouvelles.
Pada waktu itu, berita dengan tulisan tangan tersebut dicetak dan disebarkan
kepada orang-orang penting di Jakarta.
Isinya pun masih berita-berita dari Belanda yang dibawa ke Indonesia.
Satu abad kemudian, barulah surat kabar pertama kalinya di Indonesia
lahir, setelah Bataviasche Nouvelles en
Politique Raisonnementen terbit pada 7 Agustus 1744 dalam ukuran kertas
folio. Namun karena sempat dilarang terbit, akhirnya menunggu waktu setahun
barulah surat kabar pertama itu diperbolehkan edar di Indonesia. Namun
sayangnya, hanya bertahan dua tahun saja.
Sedangkan surat kabar hasil prakarsa putera bangsa, baru terbentuk
pertama kali pada tahun 1902, setelah Medan Prijaji sebagai pelopor suara
kemerdekaan diterbitkan oleh Raden Mas Tirtoadisuryo. Akibatnya, wartawan yang
dengan peliputannya telah menggunakan suara hati itu ditahan oleh pemerintah
belanda lantaran pemberitaannya.
Sejak itu berselang setelah kemerdekaan, surat kabar mulai bermunculan.
Mulai dari harian Kedaulatan Rakyat, Merdeka, Waspada, Pedoman, Indonesia Raya,
Suara Merdeka dan lain sebagainya. Namun jalan terjal pula dialami pada masa
pers partisan. Pada era Orde Lama salah satu contohnya, Pemimpin Redaksi
Indonesia Raya, Mochtar Lubis keluar-masuk tahanan. Peristiwa-peristiwa pahit
itu berlanjut hingga masa pememrintahan orde baru. Di mana, Soeharto membredel
dan menutup sementara 7 koran, di antaranya Kompas, Merdeka, Sinar Harapan,
Pelita dan lainnya.
Setelah tampuk pemerintahan orde baru runtuh, barulah angin segar
kebebasan pers menyeruak kepermukaan. Hingga pada 23 September presiden
mengesahkan undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers. Sistem beredel dan
sensor pun diakhiri serta dihapuskan. Perizinan yang dulunya sangat ketat pun
ditiadakan bagi media pers cetak.
Memasuki masa keemasan dunia pers di indonesia, di saat runtuhnya rezim
orde baru itulah, era reformasi menjadi jembatan berbagai media massa untuk
lahir dan berkembang menjadi pesat. Beberapa catatan, ratusan media massa cetak
baik nasional maupun lokal menjamur. Kebanyakan media massa tersebut menjadi
pemotor tumbuhnya demokrasi di indonesia, atau dalam istilahnya sebagai koran
reformasi.
Namun satu dekade kemudian, banyak media massa di indonesia yang gulung
tikar lantaran persaingan bisnis yang ketat. Sistem pers yang bertanggung jawab
terhadap sosial dipadu dengan sistem pers yang liberal banyak Koran Kuning
(koran dengan kualitas buruk) yang akhirnya gulung tikar.
Hingga saat ini sudah tidak tercatat lagi berapa banyaknya media massa di
sekitar manusia. Mulai dari cetak, media massa online, radio, televisi, dan
lainnya. Cara-cara media massa menyentuh
khalayaknya juga bermacam-macam canggihnya. Mulai melalui media sosial semisal
facebook dan twitter. Perkembangan media di atas menunjukkan bahwa dari masa ke
masa, media massa terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia akan
informasi yang begitu dahsyatnya.
F.
Beberapa Teori Dampak Media Massa
Teori Kultivasi, teori ini dikembangkan untuk
menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada presepsi, sikap, dan nilai-nilai
orang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang
dilakukan George Gerbner di Annenberg School of Communication, 1980. Gerbner
beransumsi televisi telah menjadi tangan budaya utama masyarakat Amerika
Serikat. Dari hasil penelitiannya, rata-rata setiap keluarga menonton TV empat
jam dalam sehari, bahkan terkadang bisa lebih lama lagi.
Gerbner menilai TV pada hakikatnya memonopoli dan memasukkan
sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari keterbukaan
pesan tersebut diasumsikan olehnya sebagai proses kultivasi. Pengajaran
pandangan bersama tentang dunia sekitar.
Spiral kesunyian, teori yang dikembangkan oleh
Elisabeth Noelle Neumann itu mempunyai dampak yang sangat besar pada
pembentukan opini publik. Ia menjabarkan terdapat tiga karakteristik komunikasi
massa. Yakni kumulasi, ubikulasi, dan harmoni. Ketiga itu digabungkan dan
menghasilkan dampak pada opini publik yang sangat kuat.
Menurutnya, kumulasi mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan
tertentu secara perlahan dari waktu-ke waktu. Lalu ubikulus, mengacu pada
kehadiran media massa yang tersebar luas. Sedangkan harmoni, mengacu pada
gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan sering
kali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, jaringan televisi, dan media
lain yang berbeda-beda.
Teori Pembelajaran Sosial, sebenarnya teori ini adalah teori
di bidang psikologi yang digunakan dalam mempelajari media massa. Teori ini
menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku
orang lain. Biasanya digunakan untuk menganalisis kemungkinan dampak kekerasan
yang ditayangkan di televisi. Tapi, dapat dikatakan, teori ini hanya sebatas
pembelajaran secara umumm yang dapat diaplikasikan pada bidang dampak media
massa.
Pembingkaian Media, lazim disebut agenda setting ini
cenderung membingkai isu-isu dengan pelbagai cara. Bisa juga didefinisikan
sebagai gagasan pengaturan pusat untuk isi berira yang memberikan konteks dan
mengajukan isu melalui penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian, dan
pemerincian (Tankard dkk, 1991).
Teori ini berguna bagi pengkajian liputan berita media. Sedikit banyak
konsep media menyajikan sebuah paradigma baru untuk mengganti paradigma lama
yang meneliti objektifitas dan prasangka media. Apakah liputan berita tersebut
positif, netral, atau negatif terhadap calon, gagasan, atau kelembagaan.
Determinasi Media, sebuah teori ekstrem yang menyatakan
dampak teknologi tidak terjadi pada tingkat opini atau konsep, tetapi mengubah
rasio indera atau pola presepsi dengan mantap tanpa adanya perlawanan. Sebuah
teori yang dicetuskan McLuhan 1965 itu menjelaskan dampak yang paling penting
dari media komunikasi adalah bahwa media komunikasi mempengaruhi kebiasaan
persepsi dan berpikir manusia. Media cetak menekankan pada penglihatan. Pada
gilirannya, media cetak mempengaruhi pemikiran manusia, membuatnya linier,
berurutan, teatur, berulang-ulang, dan logis. Hal ini memungkinkan memisahkan
pemikiran manusia dari perasaan.
Hegemoni Media, gagasan ini dilontarkan oleh
Antonio Gramsci, 1992, yang memberikan pengaruh luas. Menurutnya, media massa
dipandang seperti dikuasai oleh golongan yang dominan dalam masyarakat. Mereka
menggunakannya sebagai kekuasaan atas seluruh masyarakat lainnya. Hegemoni
media menyatakan bahwa berita dan isinya di Amerika Serikat disesuaikan dengan
kebutuhan ideologi kapitalis, atau korporat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar