Sabtu, 22 Maret 2014

Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa dan Media Massa







 Landasan Berpikir
Kebutuhan manusia akan informasi dapat dikatakan sudah menjadi hal pokok yang terus dan harus terpenuhi. Sederhananya setiap saat manusia akan mencari tahu apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Seolah  telah menjadi perspektif naluri, bahkan manusia sering melakukan segala cara hanya untuk mengetahui sebuah informasi.
Dewasa ini perkembangan media massa sangat signifikan. Di indonesia sendiri, perkembangan media massa berbalik seratus delapan puluh derajad ketika masa orde baru kandas. Koran-korang reformasi kemudian bermunculan seiring dengan ditetapkannya undang-undang pers nomor 40 tahun 1999. Bak jamur di musim penghujan, bahkan banyaknya media tidak hanya pada skala nasional, di daerah-daerah pun tidak ingin kalah akan berkembangnya media massa. Media massa bermunculan di mana pun.
Berkembangnya media massa juga tidak hanya pada kuantitasnya yang tidak dapat dihitung berapa banyaknya itu. Media massa membentuk dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. banyak cara dan metode yang dilakukannya. Baik membentuk media massa jenis koran, televisi, online, bahkan media massa membentuk dirinya ke dalam media sosial masyarakat seoerti twitter, facebook, dan masih banyak lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan masyarakat akan informasi tidak dapat dipungkiri dan terus berkembang seiring berkembangnya era dan zaman.
B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penyusun fokus pada perkembangan media massa dari masa ke masa. Oleh karena itu, rumusan masalah yang dapat dihimpun dari hipotesa di atas adalah “Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa hingga Media Massa,”.

C.      Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang coba digali oleh penyusun adalah tentang proses panjang sejarah media massa  di dunia, khususnya di indonesia. Agar memahami, sebelum mencapai kebebasan pers seperti saat ini, pers indonesia pernah melalui pahit-getir pemberedelan media, penutupan, hingga tidak sedikit yang berujung pada penahanan.
Selain sebagai penunjang tugas mata kuliah Teknologi Komunikasi, juga penyusun harapkan akan berguna bagi review sudut pandang bagi pelaku pers saat ini atau masyarakat pada umumnya agar terus memperjuangkan sistem pers lebih baik, seiring kebutuhan manusia akan informasi yang objektif, mengacu pada kebenaran, serta pada hati nurani.

D.     Asal-Usul Komunikasi Massa
Setiap hari manusia, dewasa ini tidak terlepas dari kebutuhan akan informasi dari media massa. Khalayak bahkan menuntut diri untuk mengetahui segala bentuk informasi. Oleh karena itu, tidak dipungkiri jika media massa menjadi kebutuhan pokok bagi khalayaknya. Dapat ditegaskan bahwa media massa adalah alat utama dalam komunikasi massa. Hal ini berarti media massa telah mempengaruhi dan bahkan membentuk perilaku masyarakat.
Namun seiring berkembangnya media massa dari zaman ke zaman, ternyata tidak terlepas berkembangnya kehidupan manusia. Artinya, perkembangan komunikasi itu tidak bisa terjadi jika manusia itu sendiri tidak ingin berkembang. Singkatnya, perkembangan media informasi dan komunikasi manusia sejalan dengan sejarah manusia.
Melihat dari perkembangan komunikasi yang cukup pesat, ilmuan berusaha membuat pijakan dasar untuk melihat sejarah perkembangan komunikasi massa. Seperti yang diuraikan oleh Melvin De Fleur dan Sandra, dalam bukunya Theories of Mass Communication (1989) disebutkan terdapat lima revolusi komunikasi massa. Pertama, mereka mendifinisikan awal mula komunikasi massa tejadi pada zaman saat manusia masih menggunakan tanda, isyarat sebagai alat komunikasinya. Kedua, zaman saat digunakannya bahasa dan percakapan sebagai alat komunikasi. Ketiga, zaman saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya. Keempat, era media cetak sebagai alat komunikasi. Dan kelima, era digunakannya media massa sebagai alat komunikasi bagi manusia. Namun apa yang didefinisikan oleh DeFleur kemudian menjadi perdebatan ketika teori tersebut berbenturan dengan teori Darwin yang menyebutkan gen manusia berasal dari kera.

E.      Perkembangan Media Massa dari Masa ke Masa
Namun sejarah jurnalistik dimulai pada suatu zaman, di salah satu kerajaan yang sedang gemilang. Sebagai ukuran kekayaan disebutkan bahwa emas melimpah dan budak belian tidak terhitung banyaknya. Sebagai ukuran kebudayaan tertinggi, patung, piramid, dan prasasti dibangun di mana-mana dengan megahnya. Pada saat itu juga untuk pertama kalinya, kaisar Mesir, Amenhotep III (1405-1367 SM) mengutus ratusan wartawan membawa surat berita untuk seluruh pejabat ke semua provinsi. Tindakan tersebut kemudian dianggap sebagai cikal-bakal jurnalistik.
Pada waktu itu mesir sudah mencapai kemajuan yang pesat. Orang-orang mesir diprediksikan sudah mengenal ilmu kimia, fisika, matematika dan ilmu pengetahuan lainnya untuk membangun piramid dan patung-patung yang beratnya lebih dari 30 ton per balok batu. Untuk menyusun batu dengan berat 30 ton masyarakat mesir pastinya sudah mengenal berbagai disiplin ilmu pengetahuan semisal ilmu fisika- bagaimana cara membentuk batu menjadi bentuk kubus, lalu menyusunnya menjadi piramid. Lalu dengan apa mereka mengangkut batu-batu besar tersebut dari hulu sungai nil yang jaraknya 1000 kilometer. Padahal di masa itu, juga belum ditemukan mobil, kereta, alat berat, atau sejenisnya, kecuali ribuan bahkan jutaan budak.
Sementara di sisi jurnalistik, menurut para ahli di Amerika Serikat apa yang dilakukan kaisar Amenhotep III sebagai cikal-bakal jurnalisme ketika raja menyebarkan informasi kepada para pejabat di seluruh provinsi. Di Nusantara, hal itu juga terjadi saat zaman kerajaan semisal zaman Majapahit, Sriwijaya dan lain sebagainya telah ada para pembawa berita yang berkeliling menyampaikan pengumuman kepada khalayak. Bisa pengumuman sayembara, pengumpulan upeti dll.
Pengembangan jurnalistik terus berlanjut seiring kebutuhan manusia akan komunikasi. Hingga pada 15 Januari 1609 untuk pertama kalinya surat kabar Jerman, Avisa Relation Oder Zeitung terbit untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat secara mingguan. Barulah pada 1702, Daily Courant di London menjadi pelopor koran harian yang rutin setiap hari mewartakan setiap informasi di Inggris.
Sedangkan di indonesia sendiri, jurnalistik Eropa masuk ke Hindia Belanda setelah Gubernur Jenderal belanda, Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1587-1629 memprakarsai penerbitan newsletter yang dinamakan Memorie der Nouvelles. Pada waktu itu, berita dengan tulisan tangan tersebut dicetak dan disebarkan kepada orang-orang penting di Jakarta.  Isinya pun masih berita-berita dari Belanda yang dibawa ke Indonesia.
Satu abad kemudian, barulah surat kabar pertama kalinya di Indonesia lahir, setelah Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen terbit pada 7 Agustus 1744 dalam ukuran kertas folio. Namun karena sempat dilarang terbit, akhirnya menunggu waktu setahun barulah surat kabar pertama itu diperbolehkan edar di Indonesia. Namun sayangnya, hanya bertahan dua tahun saja.
Sedangkan surat kabar hasil prakarsa putera bangsa, baru terbentuk pertama kali pada tahun 1902, setelah Medan Prijaji sebagai pelopor suara kemerdekaan diterbitkan oleh Raden Mas Tirtoadisuryo. Akibatnya, wartawan yang dengan peliputannya telah menggunakan suara hati itu ditahan oleh pemerintah belanda lantaran pemberitaannya.
Sejak itu berselang setelah kemerdekaan, surat kabar mulai bermunculan. Mulai dari harian Kedaulatan Rakyat, Merdeka, Waspada, Pedoman, Indonesia Raya, Suara Merdeka dan lain sebagainya. Namun jalan terjal pula dialami pada masa pers partisan. Pada era Orde Lama salah satu contohnya, Pemimpin Redaksi Indonesia Raya, Mochtar Lubis keluar-masuk tahanan. Peristiwa-peristiwa pahit itu berlanjut hingga masa pememrintahan orde baru. Di mana, Soeharto membredel dan menutup sementara 7 koran, di antaranya Kompas, Merdeka, Sinar Harapan, Pelita dan lainnya.
Setelah tampuk pemerintahan orde baru runtuh, barulah angin segar kebebasan pers menyeruak kepermukaan. Hingga pada 23 September presiden mengesahkan undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers. Sistem beredel dan sensor pun diakhiri serta dihapuskan. Perizinan yang dulunya sangat ketat pun ditiadakan bagi media pers cetak.
Memasuki masa keemasan dunia pers di indonesia, di saat runtuhnya rezim orde baru itulah, era reformasi menjadi jembatan berbagai media massa untuk lahir dan berkembang menjadi pesat. Beberapa catatan, ratusan media massa cetak baik nasional maupun lokal menjamur. Kebanyakan media massa tersebut menjadi pemotor tumbuhnya demokrasi di indonesia, atau dalam istilahnya sebagai koran reformasi.
Namun satu dekade kemudian, banyak media massa di indonesia yang gulung tikar lantaran persaingan bisnis yang ketat. Sistem pers yang bertanggung jawab terhadap sosial dipadu dengan sistem pers yang liberal banyak Koran Kuning (koran dengan kualitas buruk) yang akhirnya gulung tikar.
Hingga saat ini sudah tidak tercatat lagi berapa banyaknya media massa di sekitar manusia. Mulai dari cetak, media massa online, radio, televisi, dan lainnya.  Cara-cara media massa menyentuh khalayaknya juga bermacam-macam canggihnya. Mulai melalui media sosial semisal facebook dan twitter. Perkembangan media di atas menunjukkan bahwa dari masa ke masa, media massa terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia akan informasi yang begitu dahsyatnya.
F.       Beberapa Teori Dampak Media Massa
Teori Kultivasi, teori ini dikembangkan untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada presepsi, sikap, dan nilai-nilai orang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan George Gerbner di Annenberg School of Communication, 1980. Gerbner beransumsi televisi telah menjadi tangan budaya utama masyarakat Amerika Serikat. Dari hasil penelitiannya, rata-rata setiap keluarga menonton TV empat jam dalam sehari, bahkan terkadang bisa lebih lama lagi.
Gerbner menilai TV pada hakikatnya memonopoli dan memasukkan sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari keterbukaan pesan tersebut diasumsikan olehnya sebagai proses kultivasi. Pengajaran pandangan bersama tentang dunia sekitar.
Spiral kesunyian, teori yang dikembangkan oleh Elisabeth Noelle Neumann itu mempunyai dampak yang sangat besar pada pembentukan opini publik. Ia menjabarkan terdapat tiga karakteristik komunikasi massa. Yakni kumulasi, ubikulasi, dan harmoni. Ketiga itu digabungkan dan menghasilkan dampak pada opini publik yang sangat kuat.
Menurutnya, kumulasi mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan tertentu secara perlahan dari waktu-ke waktu. Lalu ubikulus, mengacu pada kehadiran media massa yang tersebar luas. Sedangkan harmoni, mengacu pada gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan sering kali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, jaringan televisi, dan media lain yang berbeda-beda.
Teori Pembelajaran Sosial, sebenarnya teori ini adalah teori di bidang psikologi yang digunakan dalam mempelajari media massa. Teori ini menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Biasanya digunakan untuk menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan di televisi. Tapi, dapat dikatakan, teori ini hanya sebatas pembelajaran secara umumm yang dapat diaplikasikan pada bidang dampak media massa.
Pembingkaian Media, lazim disebut agenda setting ini cenderung membingkai isu-isu dengan pelbagai cara. Bisa juga didefinisikan sebagai gagasan pengaturan pusat untuk isi berira yang memberikan konteks dan mengajukan isu melalui penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian, dan pemerincian (Tankard dkk, 1991).
Teori ini berguna bagi pengkajian liputan berita media. Sedikit banyak konsep media menyajikan sebuah paradigma baru untuk mengganti paradigma lama yang meneliti objektifitas dan prasangka media. Apakah liputan berita tersebut positif, netral, atau negatif terhadap calon, gagasan, atau kelembagaan.
Determinasi Media, sebuah teori ekstrem yang menyatakan dampak teknologi tidak terjadi pada tingkat opini atau konsep, tetapi mengubah rasio indera atau pola presepsi dengan mantap tanpa adanya perlawanan. Sebuah teori yang dicetuskan McLuhan 1965 itu menjelaskan dampak yang paling penting dari media komunikasi adalah bahwa media komunikasi mempengaruhi kebiasaan persepsi dan berpikir manusia. Media cetak menekankan pada penglihatan. Pada gilirannya, media cetak mempengaruhi pemikiran manusia, membuatnya linier, berurutan, teatur, berulang-ulang, dan logis. Hal ini memungkinkan memisahkan pemikiran manusia dari perasaan.

Hegemoni Media, gagasan ini dilontarkan oleh Antonio Gramsci, 1992, yang memberikan pengaruh luas. Menurutnya, media massa dipandang seperti dikuasai oleh golongan yang dominan dalam masyarakat. Mereka menggunakannya sebagai kekuasaan atas seluruh masyarakat lainnya. Hegemoni media menyatakan bahwa berita dan isinya di Amerika Serikat disesuaikan dengan kebutuhan ideologi kapitalis, atau korporat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate