Senin, 29 Mei 2017

Pemberangusan masih Terjadi


Jakarta - Suasana politik dua pekan lalu agak memanas. Para ulama mendadak tampil menjadi corong pemerintah, memastikan bahwa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi berpaham Khilafah agar segera dibubarkan. Ini karena Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj sekonyong-konyong mendukung pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto tentang pemusnahan HTI.

Wiranto sebelumnya menggelar konferensi pers dadakan di kantornya, hanya sehari sebelum Basuki Tjahaja Purnama dijatuhi vonis hukuman dua tahun penjara. "Mencermati berbagai pertimbangan, serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," kata Wiranto pada 8 Mei lalu seperti dikutip dari laporan Tempo. Pria yang kerap disebut-sebut terlibat pelanggaran hak asasi manusia itu mengatakan HTI mengancam keutuhan negara.

Beberapa hari berselang, Said Aqil berdiri di hadapan publik mendukung langkah pemerintah. Tak ketinggalan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H Ma'ruf Amien juga menyatakan bahwa HTI telah mendegradasi ideologi Pancasila. "Azas kepemimpinan di Indonesia itu harus mengacu pada ideologi Pancasila. Selama ini, HTI mengusung kepemimpinan khilafah transnasional, enggak bisa itu (berkembang di Indonesia)," kata Ma’ruf pada Jumat, 12 Mei 2017 seperti dikutip dari Tempo.

Wacana pembubaran ini sontak menggemparkan linimasa media sosial dan masyarakat. Sejumlah pihak mengkritik keputusan itu. Namun tidak sedikit ulama yang sepandangan dengan Ma'ruf Amien dan Said Aqil. Tapi sekejap pemberitaan sunyi, berganti vonis dua tahun penjara yang menimpa Ahok. Hakim menganggap mantan Gubernur DKI Jakarta itu telah menistakan agama Islam. Ada konspirasi yang mencuat bahwa pembubaran itu adalah bargaining pemerintah menghentikan aksi massa. Namun ini belum dibuktikan.

Setelah itu, sudah tidak ada lagi yang mempertanyakan kenapa HTI dibubarkan? Hanya beberapa aktivis yang menganggap bahwa tindakan pemerintah inkonstitusional, melanggar hak asasi manusia dan hak berpikir merdeka. Selebihnya, kita tak pernah tahu, apa sebenarnya alasan pemerintah membubarkan HTI.

Publik perlu mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan HTI? Bagaimana HTI mengubah ideologi Pancasila? Kapan itu terjadi? Apa buktinya? Siapa saja dalangnya? Siapa yang mendanai tindakan makar? Apa benar HTI sudah menggalang militan dan berencana menggandeng TNI untuk berbuat makar? Dan masih banyak pertanyaan yang harus dijawab pemerintah.

Negara harus menunjukkan bukti bahwa HTI telah melanggar Undang-undang Dasar 1945 dan lainnya. Dan jawaban itu harus dibeberkan di muka persidangan seperti sistem hukum yang kita anut. Jika tidak dijawab, maka pemerintah hanya mengulang pemberangusan paham. Sama seperti saat ideologi Komunisme dimusnahkan di Indonesia, hanya karena peristiwa politik yang belum rampung kebenarannya.

Lagi-lagi pluralisme kita diuji. Bukan karena banyaknya paham dan ideologi di Indonesia yang saling bertolak-belakang. Tapi soal penyelesaian masalah yang cenderung diskriminatif dan tak manusiawi. Karena kebebasan berpikir, berserikat, dan merdeka adalah hak setiap manusia. Ini menunjukkan sikap pemerintah, seolah-olah Pancasila menolak pandangan Khilafah.

Karena itu ada inkonsistensi yang dilakukan pemerintah. Silogisme Mereka, bahwa Indonesia adalah negara kesatuan republik yang memiliki beragam agama, ideologi, etnis, suku, dan budaya. Namun mendadak berubah, jika HTI memiliki paham bertentangan dengan Pancasila maka akan diberangus. Premis tersebut bertolak-belakang dengan ruh Pancasila.

Seharusnya, jika Pancasila adalah negara kesatuan, maka semua ideologi dapat diterima di Indonesia. Jika Indonesia menganut negara hukum, maka setiap yang bersalah harus diadili di muka persidangan. Setahu saya begitu. Saya justru khawatir, HTI dibubarkan hanya karena persepsi Islamphobia atau ketakutan negara terhadap konsep Khilafah.

Hal ini juga sama dilakukan oleh para aktivis hak asasi manusia yang diam saat melihat HTI dibubarkan. Mereka tak merespons saat perlakuan diskriminatif dialami HTI. Seolah-olah memerangi intoleransi dengan cara tak toleran. Padahal akar permasalahannya adalah kegagalan pemerintah menyelesaikan konflik horisontal.

Saat ini, negara sedang menciptakan bibit kebencian. Mereka menebarkan benih dendam dengan cara memusnahkan paham HTI. Sama seperti saat Komunisme diberangus di negeri ini.

Bayangkan, selama ini pemerintah hanya bermodal prasangka. Mereka melihat bahwa HTI dibubarkan di sejumlah negara. Mereka menjadi organisasi transnasional itu adalah fakta. Tapi kemudian, negara mengenyampingkan fakta lain yang belum terungkap. Analoginya mirip, kita menghakimi sepasang remaja yang pacaran di dalam kamar, tapi kita tidak tahu apa yang mereka lakukan di sana. Lalu lahirlah prasangka HTI adalah organisasi berbahaya bagi Pancasila.

Pandangan ini saya tulis bukan karena memiliki paham yang sama dengan HTI. Hal ini semata-mata untuk menunjukkan bahwa negara abai menjamin kemerdekaan warganya. Saya memang tak sepaham dengan Khilafah, tapi bukan berarti saya menampik mereka sebagai saudara.

Karena saya percaya, betapapun pilihan hidup seorang anak, orang tua tak akan bisa menghapusnya dari garis keturunan. Karena kita adalah kesatuan berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate