Minggu, 04 Januari 2015

Mengunjungi Wisma Barbara, Ikon Eks Lokalisasi Dolly (2)

Rencana Membangun Bar dan Kolam VIP pun Berantakan
Bekas ruang VIP di lantai 6 Wisma Barbara yang dulunya digunakan untuk bar kalangan atas, kini porak poranda.
Tidaklah mudah mengentas para mantan pekerja seks komersial (PSK) untuk bangkit dari jurang kenistaan. Apalagi, mereka harus dihadapkan pada dunia baru: berwirausaha. Selain butuh kerja keras, mental pantang menyerah juga perlu dibangun agar mereka tak mudah putus asa.
Kenyataan itulah yang kini dihadapi para mantan PSK Dolly. Dula buulan setelah mengikuti program pelatihan di Broadband Learning Center (BLC) Barbara, jumlah para mantan PSK yang belajar terus berkurang. Dari 50 orang kini tinggal 20 orang saja. Sebaliknya, jumlah warga sekitar yang termasuk anak-anak mantan PSK terus bertambah.
“Bahkan pada bulan ini sudah tidak ada lagi mantan PSK belajar di sini. Entah kenapa, yang jelas saat ini didominasi ibu rumah tangga yang ingin belajar memasarkan produk UKM-nya (Usaha Kecil Menengah),” aku Kardiansyah, salah seorang instruktur BLC Barbara.
Di BLC Barbara Kardiansah berkeja bareng satu instruktur lagi, namanya Mediar. Keduanya dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Surabaya.
Saat ini, di BLC Barbara ada 110 warga yang dibina Kardiansyah bersama Mediar. Karena hanya ada 9 unit komputer, banyak warga yang harus antre belajar di tempat tersebut. “Kami ada 22 kali pertemuan selama 3 bulan. Setiap program mereka diajari office, desain sepatu, dan internet,” tutur Kardiansyah.
Anak-anak di kawasan Putat Jaya Timur memang sangat menikmati belajar di BLC Barbara. Mereka terlihat cekatan membuka berbagai aplikasi di dalam komputer tanpa menunggu aba-aba dari instruktur. Anak-anak dari keluarga terdampak eks lokalisasi Dolly ini pun tampak semangat menikmati waktu berlibur sembari belajar komputer gratis.
Seperti halnya Bunga (nama samaran), anak seorang PSK. Ia kini sudah terampil punya akunfacebook. Pada kesempatan itu ia mengonfirmasi beberapa permintaan pertemanan dalam facebook, lalu mengomentari sejumlah status milik temannya. Anak-anak dari mantan PSK itu juga terlihat membuka program Office Excel.
“Di sekolah saya tidak pernah belajar komputer, karena di sekolah tidak ada fasilitas komputer. Di rumah juga tidak ada. Jadi belajarnya di sini. Di rumah saya tinggal dengan tante, ibu saya tinggal di gang sebelah,” akunya.
Rencana Membangun Bar dan Kolam VIP pun Berantakan
Petugas Linmas, Agus Purwanto saat menunjukkan lokasi pembangunan kolam renang di lantai 6 Wisma Barbara yang gagal dibangun setelah Pemkot Surabaya menutup Dolly.
Bunga mengaku risih dengan lingkungan sekitar Dolly saat belum ditutup. Apalagi menjelang Tahun Baru seperti saat ini. Hampir setiap malam dilihatnya ada sebuah pesta besar di seluruh wisma. Namun keadaan itu berbeda dengan sekarang yang tampak sepi dan sewajarnya seperti pada umumnya sebuah kampung.
Novia Ayu Saputri (15), warga Putat Jaya Timur, juga merasakan hal serupa. Ia kerap risih dengan datangnya para pria hidung belang ke kampungnya. Bahkan ia hampir setiap hari melihat pria keluar-masuk wisma dalam keadaan mabuk, begitu pun dengan para PSK. Hal yang tidak sepatutnya dilihat oleh seorang anak-anak.
“Bapak saya dulu itu jadi satpam di Dolly, sedangkan ibu jualan kue keliling kampung. Sekarang bapak jadi petugas Linmas di Pemkot Surabaya dan ibu masih jualan kue,” akunya.
Novia pun mengaku senang akhirnya Dolly ditutup. Apalagi sekarang ia bisa belajar gratis di BLC Barbara. Dulu, ia menganggap Wisma Barbara paling menyeramkan. Tapi sekarang keadaannya berbeda. Novia tidak membayangkan bisa melihat wisma terbesar di Dolly tersebut tutup seketika dan diganti dengan BLC Barbara.
Sama halnya dengan Petugas Linmas BLC Barbara, Agus Purwanto, yang dulunya sebagai penjaga keamanan di Wisma Barbara. Ia tidak menyangka Sakak (pemilik Wisma Barbara dulu) dapat dikalahkan oleh Wali Kota Surabaya. Ini karena diakui Agus, pihak Sakak dikabarkan telah menyuap oknum pejabat mulai dari kalangan militer, kepolisian, hingga pejabat pemerintahan untuk menghentikan langkah Risma menutup Dolly.
“Dulu, Wisma Barbara ini kan masih rumah kecil. Terus Pak Sakak membangun dua rumah wisma menjadi satu dan dibangun gedung lima lantai. Bahkan ada liftnya juga,” katanya.
Menurutnya, Sakak telah menambah jumlah okupansi operasional Wisma Barbara. Di antaranya membangun lantai keenam menjadi bar dan kolam renang untuk pelanggan kelas VIP. Di bar khusus VIP tersebut terdapat aquarium yang memajang wanita-wanita cantik dengan harga mahal. Di Bar tersebut ada berbagai minuman keras dari berbagai merek kelas dunia.
“Tapi setelah Dolly ditutup, wisma Barbara juga ikut ditutup. Bahkan pembangunan kolam renang dibatalkan,” tuturnya.
Diceritakan Agus, saat ini di lantai satu gedung enam lantai tersebut digunakan untuk pelatihan komputer di BLC dan tempat produksi sepatu yang diberi nama Koperasi Untuk Bersama (KUB) produksi sepatu. Padahal dulunya, ungkap Agus, tempat tersebut adalah aquarium atau ruang tunggu bagi pelanggan.
Sedangkan di lantai dua hingga lima ada puluhan deretan kamar. Di masing-masing lantai gedung tersebut ada sekitar 35 kamar. Di setiap kamar ada sebuah ranjang dari batu bata dan diberi alas papan triplek kemudian diberi alas kasur. Di sudut ruangan kamar terdapat tempat yang mirip kamar mandi yang kecil dengan shower menggelantung. Lalu dindingnya banyak bertempelkan poster model panas tahun 80-an dari artis dalam negeri maupun luar negeri.
“Sekarang ya jadi gini, masih dikosongkan oleh Pemkot Surabaya. Sudah tidak pernah dipakai lagi,” ceritanya.
Di lorong sempit yang membelah masing-masing kamar di gedung tersebut terlihat seperti sebuah bangsal. Setiap kamar terlihat kotor, dipenuhi sampah berserakan.
Di lantai ketiga, empat, dan lima juga demikian, sangat kotor dan gelap. Agus bercerita, selepas tidak digunakan sebagai tempat prostitusi ada hal-hal mistis yang dialaminya. “Teman saya bercerita saat jaga malam ada perempuan di sini,” katanya.
Masuk di lantai enam, kata Agus, dulu adalah tempat para pejabat elit yang dikenalnya sering datang ke Wisma Barbara. Namun saat ini, di lantai enam hanya ada tumpukan sampah mulai dari baju bekas, sofa panjang bewarna merah muda, etalase bar, dan sepatu perempuan. Tidak ada denyut kehidupan di kawasan tersebut seperti saat sebelum Dolly ditutup. (diterbitkan enciety/bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate