![]() |
tempo.co |
Meski
pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terbilang kalah dengan sejumlah negara di
ASEAN seperti India dan Singapura, namun di beberapa sektor ekonomi Indonesia
memiliki peluang yang lebar dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
pada 2015 mendatang.
Ini
jika melihat pertumbuhan industri tekstil di Indonesia, yang mengalami peningkatan
signifikan. Pasalnya industri tekstil saat ini membuka peluang pada ekspor
tekstil Indonesia yang akan merajai tingkat ASEAN.
Ini
dibuktikan dengan nilai ekspor tekstil dari tahun ke tahun yang menunjukkan
sintemen positif. Dari catatan Kementerian Perindustrian RI dan Enciety Business and
Consult tahun 2014
saja, total nilai ekspor tekstil Indonesia pada 2012 mencapai USD 12,4 miliar.
Pada
tahun yang sama nilai impor tekstil hanya USD 6,8 miliar saja. Artinya industri
tekstil Indonesia sudah mampu menopang kebutuhan tekstil di dunia.
Tren
ekspor tekstil ini juga terlihat stabil pada tahun-tahun berikutnya. Pasalnya
pada 2013 lalu, total nilai ekspor Indonesia meningkat tipis dibanding tahun
lalu, dengan perolehan nilai USD 12,6 miliar.
Namun,
jika ditinjau dengan masuknya barang impor tekstil, maka ini mengalami
penurunan. Karena kebutuhan impor tekstil pada 2013 mengalami peningkatan
menjadi USD 7,1 miliar.
Artinya
banyak kebutuhan pokok khususnya sandang dan pangan masih banyak bergantung
dengan negara lain. Ini sangat mengkhawatirkan, mengingat kran pasar bebas pada
1 Januari 2015 akan resmi dibuka. Semua perdagangan akan keluar-masuk Indonesia
secara bebas.
Jika
sumber daya tidak disiapkan secara maksimal, khususnya pada peluang ekspor
tekstil maka bisa dimungkinkan kebutuhan tekstil Indonesia juga akan ditopang
negara lain. Hal ini tentunya membutuhkan peran semua pihak untuk bersinergi
mengola sumber daya yang ada untuk menghadapi pasar bebas ASEAN.
Meskipun
begitu, sentimen positif terhadap peluang menjadi pemasok tekstil di tingkat
ASEAN masih terbuka lebar. Pasalnya, dalam kurun waktu tiga bulan saja yakni
Januari hingga Maret nilai ekspor tekstil Indonesia mencapai USD 3,1 miliar.
Sedangkan untuk impor tekstil pada kurun waktu yang sama hanya USD 1,6 miliar
saja.
Tentunya
untuk mendukung kesiapan menghadapi MEA 2015 mendatang, Indonesia juga
memerlukan pematangan kualitas dan kuantitas produksi. Untuk mewujudkan itu, pemerintah
juga harus mendorong industri mulai dari besar hingga kecil untuk berani
melakukan terobosan-terobosan pasar.
Pasalnya
dari sumber Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur saja, meski jumlah industri
Mikro, Menengah, hingga besar mengalami peningkatan yang signifikan tapi
ternyata masih banyak industri kecil yang gulung tikar.
Dari
catatan BPS pada 2014 dapat dilihat, jumlah unit usaha industri kecil mengalami
penurunan dari 119.811 unit usaha pada 2011, menjadi 73.317 unit usaha saja
pada 2012. Artinya terdapat penurunan yang signifikan dalam kurun waktu satu
tahun tersebut.
Di
satu sisi, untuk industri besar mengalami peningkatan dari 5.777 pada 2011
menjadi 5.865 unit usaha pada 2012. Sedangkan untuk industri Mikro dan menengah
mengalami peningkatan lebih dari 20 ribu unit usaha. Pasalnya pada 2011
tercatat hanya 905.385 unit usaha saja, namun pada 2012 melonjak drastis
menjadi 922.967 unit usaha.
Meski
secara umum jumlah indutri mengalami peningkatan yang signifikan. Perlu
diwaspadai adanya kesenjangan sosial yang tinggi. Pasalnya jika melihat
keganasan pasar bebas, bisa dimungkinkan para pelaku industri kecil turut
gulung tikar dan hanya menjadi mayarakat konsumtif saja. Atau dalam istilahnya
hanya menjadi penonton tanpa ikut berlaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar