Kamis, 27 Maret 2014
Senin, 24 Maret 2014
Acuhkan Suryadharma Ali, Din Syamsuddin Pilih Jokowi
![]() |
FOTO: www.jurnalhajiumroh.com |
TIME DOCUMENTARY— Perlakuan
berbeda ditunjukkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah sekaligus Ketua Majelis
Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsudin saat memberikan dukungan Calon Presiden (Capres)
2014, Jokowi dengan Suryhadarma Ali. Seperti yang terlihat pada Kamis (20/3)
lalu saat Ketua
Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali, meminta dukungan
terhadap Din Syamsuddin dalam pencaturan pemilu 2014.
Seperti dilansir dari merdeka.com, lazimnya tokoh
ulama Muhammadiyah, Din pun menanggapi positif kedatangan Suryadharma Ali ke
kantornya tersebut. Dalam kesempatan itu Din juga mengatakan akan mendukung dan
mendoakan PPP di pemilu mendatang. "Kita hanya bisa mendoakan, karena kita
hanya tentang dakwah bukan politik," ujarnya pasif.
Setelah Suryadharma Ali memohon kepada Din
agar turun gunung untuk mendukung partai bersimbol ka’bah itu, Din justru
melontarkan kalimat dengan lelucon. "Saya lihat di survei, saya sempat
masuk menjadi cawapres PPP,
alhamdulillah saya tersanjung. Semoga bisa terwujud," ucapnya lalu
tertawa.
Namun sikap Din, terlihat berbeda saat tokoh
Muhammadiyah itu bertemu dengan Capres dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Joko Widodo (Jokowi). Din tampak menyanjung Gubernur DKI
Jakarta tersebut. Sikap kepedulian Din, itu ditunjukkan dengan mengaku bahwa
jamaah Muhammadiyah banyak yang senang pada Jokowi. Seperti yang dikutip dari
tribunnews.com. "Jamaah Muhammadiyah itu banyak yang senang dengan pak
Jokowi," ujarnya se-usai bertemu Jokowi di kantor Pusat Dakwah PP
Muhammadiyah, Jakarta, Kamis lalu.
Din menjelaskan, Jokowi juga memiliki
kedekatan dengan warga Muhammadiyah. Kedekatan itu terjalin bukan ketika Jokowi
menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, tetapi ketika Jokowi masih menjabat
sebagai Walikota Solo. "Pak Jokowi enggak banyak yang tahu, bahwa dia
sudah akrab dengan Muhammadiyah. Paling tidak acara Muhammadiyah yang saya
datangi, beliau ada sehingga saya sudah kenal lama juga," ucap Din.
Karena kedekatan itu, Din menceritakan
bahkan Ibunda Jokowi aktif di pengajian Muhammadiyah Solo. "Keluarganya,
ibu kandungnya, menurut Pak Jokowi, sering ikut pengajian Ahad pagi di
Muhammadiyah Solo. Istrinya (Iriana) bahkan membangun joglo di SD Alam
Muhammadiyah di Solo," kata Din.
Namun kepada kompas.com Din Syamsuddin membantah ada deal politik dalam pertemuannya dengan Jokowi pada Kamis lalu itu. Ia mengatakan, pertemuan tersebut merupakan sebuah silaturahim biasa. "Deal itu kalau dilakukan di tempat tersembunyi. Ini kan tempat pertemuannya terbuka dihadiri banyak orang," kata Din di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/3).
Namun kepada kompas.com Din Syamsuddin membantah ada deal politik dalam pertemuannya dengan Jokowi pada Kamis lalu itu. Ia mengatakan, pertemuan tersebut merupakan sebuah silaturahim biasa. "Deal itu kalau dilakukan di tempat tersembunyi. Ini kan tempat pertemuannya terbuka dihadiri banyak orang," kata Din di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/3).
Meski saat ini Jokowi
sudah resmi diusung oleh PDI-P sebagai bakal capres, menurut Din, dalam
pertemuan kemarin, kapasitas Jokowi ialah sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Belum ada
pembicaraan tegas dan jelas soal capres dan cawapres sebab belum waktunya. Pak
Jokowi bertemu dalam kapasitas sebagai gubernur Jakarta. Dia kan belum
definitif ditetapkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai capres," ujar Din.
Ia menambahkan, tak ada
pembicaraan soal capres dalam pertemuan itu. Menurut Din, dia dan Jokowi hanya
membicarakan soal peran Muhammadiyah yang ingin ikut membangun DKI Jakarta. "Misalnya
soal rencana merenovasi pusat dakwah Muhammadiyah agar diberikan IMB (izin
mendirikan bangunan). Lalu, soal pendidikan dan kesehatan. Muhammadiyah kan
banyak sekolah di Jakarta, kita juga punya rumah sakit," cerita dia.
Lagi pula, kata Din,
sebagai organisasi Islam, tidak benar jika Muhammadiyah berpihak mendukung
partai atau tokoh politik tertentu. "Kalau secara individual mendukung
tidak apa-apa. Tapi, kalau secara organisasi, tidak boleh. Dan perlu dicatat,
kami juga pernah bertemu dengan tokoh politik lainnya, ada Pak Prabowo,
Aburizal. Siapa pun yang datang kami terima itu sebagai silaturahim baik antara
sesama anak bangsa," tambah Din. (vit)
Sabtu, 22 Maret 2014
54 Persen Rakyat Terindikasi Golput Pileg 2014
![]() |
FOTO: mampus.wordpress.com |
TIME DOCUMENTARY—Fakta mengejutkan dirilis oleh Lembaga Survei
Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa 54 persen rakyat indonesia belum
mengetahui pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Seperti yang dilansir di
situsnya, LSI menilai minimnya sosialisasi dan pengetahuan membuat masyarakat
belum mengetahui pelaksanaan Pileg pada 9 April mendatang.
Dari
hasil survei yang dilakukan kepada 1.890 responden di atas usia 17 tahun ke
atas dari 33 propinsi pada akhir Desember 2013 lalu merilis hanya 46 persen
masyarakat yang benar-benar mengetahui pelaksanaan pemungutan Pileg 2014. Itu
pun kebanyakan para pemilih yang sudah mengetahui tanggal pelaksanaan Pileg
dari televisi dan media massa lainnya.
Dirinci
oleh LSI, kebanyakan para pemilih mengetahui pelaksanaaan Pileg dari televisi
sebanyak 65 persen, ketua RT 16 persen, keluarga dan teman 17 persen. Lebih
lanjut sumber informasi lebih banyak dari kepala desa 12 persen, media massa
cetak 10 persen, poster dan baliho 10 persen, dari sumber lainnya 6 persen,
serta tidak tahu sebanyak 8 persen.
Hal
ini ditengarai karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah terhadap masyarakat di daerah. Alhasil dari hasil rilis LSI, juga
membeberkan bahwa sedikit informasi yang diketahui masyarakat. Minimnya
informasi pemilu kepada masyarakat mencapai 52 persen, sedangkan tidak memiliki
informasi sebanyak 21 persen, cukup banyak informasi hanya 20 persen, sangat
banyak informasi sebatas 2 persen, dan menjawab tidak tahu 1 persen.
Dari
data di atas, terindikasi bahwa bisa saja sebanyak 54 persen masyarakat yang
belum mengetahui tanggal pelaksanaan Pileg akan menjatuhkan pada pilihan
Golput.
Meskipun
demikian hal itu tidak menjadi angka final dikarenakan prosentase ketertarikan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pileg sangat tinggi. Yakni mencapai 90
persen masyarakat menyatakan akan memilih. Sedangkan hanya 9 persen yang
dimungkinkan tidak ikut menentukan pilihannya. Dari data ini LSI juga mencatat
bahwa perlu adanya dorongan masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif dalam
Pileg 2014 nantinya. Di antaranya baik melalui sosialisasi iklan di televisi,
pertemuan informal, program talk show media massa, debat kandidat, maupun
penyebaran poster dianggap cukup menarik perhatian masyarakat. Margin error
survei ini kurang lebih 2,3 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. (vit)
LIMIT: Konglomerasi Rezim Media Massa
Penulis Essay: Senja Hidayat
Lahirnya kebebesan pers di Indonesia tidak terlepas dari peran serta masyarakat yang menginginkan informasi yang berkualitas tanpa pembredelan, atau bahkan swasensor. Dapat dilihat selama lebih dari satu dekade ini, kemajuan media massa di tanah air seperti menuai hadiahnya. Kebebasan pers melahirkan rezim media. Tidak ada bayang-bayang publik yang tidak bisa dikuak oleh para pemburu berita. Bahkan untuk memperoleh segala informasi bagi publik, banyak di antaranya disiplin jurnalisme mengajarkan metode penguakan masalah dengan cara investigasi. Salah satu bukti adalah yang dilakukan oleh harian Indonesia Raya pada tahun 1969 dan 1972 yang menguak kasus korupsi di Pertamina dan Badan Logistik.
Namun seiring dengan kehebatan kebebasan pers, media massa mempunyai senjata untuk melindungi pemiliknya. Ibarat anjing yang tidak akan pernah menggigit tuannya. Para wartawan suatu perusahaan besar semisal Jawa Pos tidak akan menguak kasus korupsi di sektor BUMN. Lalu TV One hanya akan meliput korban lumpur Lapindo saat Aburizal Bakrie memberikan kucuran ganti rugi begitu seterusnya dengan perusahaan lainnya.
Dapat dicatat, seluruh media massa terkenal di indonesia hanya dikuasai oleh 13 perusahaan maupun perorangan saja. Siapa lagi mereka kalau bukan pimpinan MNC Group, Hari Tanus Hary Tanoesoedibjo, lalu Kompas Gramedia Group milik Jacob Oetomo, Elang Mahkota Teknologi milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja, Mahaka Media dipunyai oleh Abdul Gani dan Erick Tohir, CT Group dipunyai Chairul Tanjung, Beritasatu Media Holdings Group milik James Riady, Media Group milik Surya Paloh, Media Asia (Bakrie & Brothers) milik Anindya Bakrie, Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan dan Azrul Ananda, MRA Media milik Adiguna Soetowo dan Soetikno Soedarjo, Femina Group milik Pia Alisyahbana dan Mirta Kartohadiprodjo, Tempo Inti Media milik Goenawan Mohamad, Media Bali Post Group (KMB) milik Satria Narada.
Setidaknya hal itu menjadi pemicu lahirnya media massa ekstream atau partisan dengan idealis sebagai media alternatif masyarakat.__
Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa dan Media Massa
Landasan Berpikir
Kebutuhan manusia akan informasi dapat dikatakan sudah menjadi hal pokok
yang terus dan harus terpenuhi. Sederhananya setiap saat manusia akan mencari
tahu apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Seolah telah menjadi perspektif naluri, bahkan
manusia sering melakukan segala cara hanya untuk mengetahui sebuah informasi.
Dewasa ini perkembangan media massa sangat signifikan. Di indonesia
sendiri, perkembangan media massa berbalik seratus delapan puluh derajad ketika
masa orde baru kandas. Koran-korang reformasi kemudian bermunculan seiring
dengan ditetapkannya undang-undang pers nomor 40 tahun 1999. Bak jamur di musim
penghujan, bahkan banyaknya media tidak hanya pada skala nasional, di
daerah-daerah pun tidak ingin kalah akan berkembangnya media massa. Media massa
bermunculan di mana pun.
Berkembangnya media massa juga tidak hanya pada kuantitasnya yang tidak
dapat dihitung berapa banyaknya itu. Media massa membentuk dirinya sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. banyak cara dan metode yang dilakukannya. Baik
membentuk media massa jenis koran, televisi, online, bahkan media massa
membentuk dirinya ke dalam media sosial masyarakat seoerti twitter, facebook,
dan masih banyak lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan masyarakat akan
informasi tidak dapat dipungkiri dan terus berkembang seiring berkembangnya era
dan zaman.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penyusun fokus pada perkembangan media massa
dari masa ke masa. Oleh karena itu, rumusan masalah yang dapat dihimpun dari
hipotesa di atas adalah “Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa hingga Media
Massa,”.
C.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang coba digali oleh penyusun adalah tentang
proses panjang sejarah media massa di
dunia, khususnya di indonesia. Agar memahami, sebelum mencapai kebebasan pers
seperti saat ini, pers indonesia pernah melalui pahit-getir pemberedelan media,
penutupan, hingga tidak sedikit yang berujung pada penahanan.
Selain sebagai penunjang tugas mata kuliah Teknologi Komunikasi, juga
penyusun harapkan akan berguna bagi review sudut pandang bagi pelaku pers saat
ini atau masyarakat pada umumnya agar terus memperjuangkan sistem pers lebih
baik, seiring kebutuhan manusia akan informasi yang objektif, mengacu pada
kebenaran, serta pada hati nurani.
D.
Asal-Usul Komunikasi Massa
Setiap hari manusia, dewasa ini tidak terlepas dari kebutuhan akan
informasi dari media massa. Khalayak bahkan menuntut diri untuk mengetahui
segala bentuk informasi. Oleh karena itu, tidak dipungkiri jika media massa
menjadi kebutuhan pokok bagi khalayaknya. Dapat ditegaskan bahwa media massa
adalah alat utama dalam komunikasi massa. Hal ini berarti media massa telah
mempengaruhi dan bahkan membentuk perilaku masyarakat.
Namun seiring berkembangnya media massa dari zaman ke zaman, ternyata
tidak terlepas berkembangnya kehidupan manusia. Artinya, perkembangan
komunikasi itu tidak bisa terjadi jika manusia itu sendiri tidak ingin
berkembang. Singkatnya, perkembangan media informasi dan komunikasi manusia
sejalan dengan sejarah manusia.
Melihat dari perkembangan komunikasi yang cukup pesat, ilmuan berusaha
membuat pijakan dasar untuk melihat sejarah perkembangan komunikasi massa.
Seperti yang diuraikan oleh Melvin De Fleur dan Sandra, dalam bukunya Theories
of Mass Communication (1989) disebutkan terdapat lima revolusi komunikasi
massa. Pertama, mereka mendifinisikan awal mula komunikasi massa tejadi pada
zaman saat manusia masih menggunakan tanda, isyarat sebagai alat komunikasinya.
Kedua, zaman saat digunakannya bahasa dan percakapan sebagai alat komunikasi.
Ketiga, zaman saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya. Keempat, era
media cetak sebagai alat komunikasi. Dan kelima, era digunakannya media massa
sebagai alat komunikasi bagi manusia. Namun apa yang didefinisikan oleh DeFleur
kemudian menjadi perdebatan ketika teori tersebut berbenturan dengan teori
Darwin yang menyebutkan gen manusia berasal dari kera.
E.
Perkembangan Media Massa dari Masa ke
Masa
Namun sejarah jurnalistik dimulai pada suatu zaman, di salah satu
kerajaan yang sedang gemilang. Sebagai ukuran kekayaan disebutkan bahwa emas
melimpah dan budak belian tidak terhitung banyaknya. Sebagai ukuran kebudayaan
tertinggi, patung, piramid, dan prasasti dibangun di mana-mana dengan megahnya.
Pada saat itu juga untuk pertama kalinya, kaisar Mesir, Amenhotep III
(1405-1367 SM) mengutus ratusan wartawan membawa surat berita untuk seluruh
pejabat ke semua provinsi. Tindakan tersebut kemudian dianggap sebagai
cikal-bakal jurnalistik.
Pada waktu itu mesir sudah mencapai kemajuan yang pesat. Orang-orang
mesir diprediksikan sudah mengenal ilmu kimia, fisika, matematika dan ilmu
pengetahuan lainnya untuk membangun piramid dan patung-patung yang beratnya
lebih dari 30 ton per balok batu. Untuk menyusun batu dengan berat 30 ton
masyarakat mesir pastinya sudah mengenal berbagai disiplin ilmu pengetahuan
semisal ilmu fisika- bagaimana cara membentuk batu menjadi bentuk kubus, lalu
menyusunnya menjadi piramid. Lalu dengan apa mereka mengangkut batu-batu besar
tersebut dari hulu sungai nil yang jaraknya 1000 kilometer. Padahal di masa
itu, juga belum ditemukan mobil, kereta, alat berat, atau sejenisnya, kecuali
ribuan bahkan jutaan budak.
Sementara di sisi jurnalistik, menurut para ahli di Amerika Serikat apa
yang dilakukan kaisar Amenhotep III sebagai cikal-bakal jurnalisme ketika raja
menyebarkan informasi kepada para pejabat di seluruh provinsi. Di Nusantara,
hal itu juga terjadi saat zaman kerajaan semisal zaman Majapahit, Sriwijaya dan
lain sebagainya telah ada para pembawa berita yang berkeliling menyampaikan
pengumuman kepada khalayak. Bisa pengumuman sayembara, pengumpulan upeti dll.
Pengembangan jurnalistik terus berlanjut seiring kebutuhan manusia akan
komunikasi. Hingga pada 15 Januari 1609 untuk pertama kalinya surat kabar
Jerman, Avisa Relation Oder Zeitung terbit untuk memenuhi
kebutuhan informasi masyarakat secara mingguan. Barulah pada 1702, Daily
Courant di London menjadi pelopor koran harian yang rutin setiap hari
mewartakan setiap informasi di Inggris.
Sedangkan di indonesia sendiri, jurnalistik Eropa masuk ke Hindia Belanda
setelah Gubernur Jenderal belanda, Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1587-1629
memprakarsai penerbitan newsletter
yang dinamakan Memorie der Nouvelles.
Pada waktu itu, berita dengan tulisan tangan tersebut dicetak dan disebarkan
kepada orang-orang penting di Jakarta.
Isinya pun masih berita-berita dari Belanda yang dibawa ke Indonesia.
Satu abad kemudian, barulah surat kabar pertama kalinya di Indonesia
lahir, setelah Bataviasche Nouvelles en
Politique Raisonnementen terbit pada 7 Agustus 1744 dalam ukuran kertas
folio. Namun karena sempat dilarang terbit, akhirnya menunggu waktu setahun
barulah surat kabar pertama itu diperbolehkan edar di Indonesia. Namun
sayangnya, hanya bertahan dua tahun saja.
Sedangkan surat kabar hasil prakarsa putera bangsa, baru terbentuk
pertama kali pada tahun 1902, setelah Medan Prijaji sebagai pelopor suara
kemerdekaan diterbitkan oleh Raden Mas Tirtoadisuryo. Akibatnya, wartawan yang
dengan peliputannya telah menggunakan suara hati itu ditahan oleh pemerintah
belanda lantaran pemberitaannya.
Sejak itu berselang setelah kemerdekaan, surat kabar mulai bermunculan.
Mulai dari harian Kedaulatan Rakyat, Merdeka, Waspada, Pedoman, Indonesia Raya,
Suara Merdeka dan lain sebagainya. Namun jalan terjal pula dialami pada masa
pers partisan. Pada era Orde Lama salah satu contohnya, Pemimpin Redaksi
Indonesia Raya, Mochtar Lubis keluar-masuk tahanan. Peristiwa-peristiwa pahit
itu berlanjut hingga masa pememrintahan orde baru. Di mana, Soeharto membredel
dan menutup sementara 7 koran, di antaranya Kompas, Merdeka, Sinar Harapan,
Pelita dan lainnya.
Setelah tampuk pemerintahan orde baru runtuh, barulah angin segar
kebebasan pers menyeruak kepermukaan. Hingga pada 23 September presiden
mengesahkan undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers. Sistem beredel dan
sensor pun diakhiri serta dihapuskan. Perizinan yang dulunya sangat ketat pun
ditiadakan bagi media pers cetak.
Memasuki masa keemasan dunia pers di indonesia, di saat runtuhnya rezim
orde baru itulah, era reformasi menjadi jembatan berbagai media massa untuk
lahir dan berkembang menjadi pesat. Beberapa catatan, ratusan media massa cetak
baik nasional maupun lokal menjamur. Kebanyakan media massa tersebut menjadi
pemotor tumbuhnya demokrasi di indonesia, atau dalam istilahnya sebagai koran
reformasi.
Namun satu dekade kemudian, banyak media massa di indonesia yang gulung
tikar lantaran persaingan bisnis yang ketat. Sistem pers yang bertanggung jawab
terhadap sosial dipadu dengan sistem pers yang liberal banyak Koran Kuning
(koran dengan kualitas buruk) yang akhirnya gulung tikar.
Hingga saat ini sudah tidak tercatat lagi berapa banyaknya media massa di
sekitar manusia. Mulai dari cetak, media massa online, radio, televisi, dan
lainnya. Cara-cara media massa menyentuh
khalayaknya juga bermacam-macam canggihnya. Mulai melalui media sosial semisal
facebook dan twitter. Perkembangan media di atas menunjukkan bahwa dari masa ke
masa, media massa terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia akan
informasi yang begitu dahsyatnya.
F.
Beberapa Teori Dampak Media Massa
Teori Kultivasi, teori ini dikembangkan untuk
menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada presepsi, sikap, dan nilai-nilai
orang. Teori ini berasal dari program riset jangka panjang dan ekstensif yang
dilakukan George Gerbner di Annenberg School of Communication, 1980. Gerbner
beransumsi televisi telah menjadi tangan budaya utama masyarakat Amerika
Serikat. Dari hasil penelitiannya, rata-rata setiap keluarga menonton TV empat
jam dalam sehari, bahkan terkadang bisa lebih lama lagi.
Gerbner menilai TV pada hakikatnya memonopoli dan memasukkan
sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari keterbukaan
pesan tersebut diasumsikan olehnya sebagai proses kultivasi. Pengajaran
pandangan bersama tentang dunia sekitar.
Spiral kesunyian, teori yang dikembangkan oleh
Elisabeth Noelle Neumann itu mempunyai dampak yang sangat besar pada
pembentukan opini publik. Ia menjabarkan terdapat tiga karakteristik komunikasi
massa. Yakni kumulasi, ubikulasi, dan harmoni. Ketiga itu digabungkan dan
menghasilkan dampak pada opini publik yang sangat kuat.
Menurutnya, kumulasi mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan
tertentu secara perlahan dari waktu-ke waktu. Lalu ubikulus, mengacu pada
kehadiran media massa yang tersebar luas. Sedangkan harmoni, mengacu pada
gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan sering
kali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, jaringan televisi, dan media
lain yang berbeda-beda.
Teori Pembelajaran Sosial, sebenarnya teori ini adalah teori
di bidang psikologi yang digunakan dalam mempelajari media massa. Teori ini
menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku
orang lain. Biasanya digunakan untuk menganalisis kemungkinan dampak kekerasan
yang ditayangkan di televisi. Tapi, dapat dikatakan, teori ini hanya sebatas
pembelajaran secara umumm yang dapat diaplikasikan pada bidang dampak media
massa.
Pembingkaian Media, lazim disebut agenda setting ini
cenderung membingkai isu-isu dengan pelbagai cara. Bisa juga didefinisikan
sebagai gagasan pengaturan pusat untuk isi berira yang memberikan konteks dan
mengajukan isu melalui penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian, dan
pemerincian (Tankard dkk, 1991).
Teori ini berguna bagi pengkajian liputan berita media. Sedikit banyak
konsep media menyajikan sebuah paradigma baru untuk mengganti paradigma lama
yang meneliti objektifitas dan prasangka media. Apakah liputan berita tersebut
positif, netral, atau negatif terhadap calon, gagasan, atau kelembagaan.
Determinasi Media, sebuah teori ekstrem yang menyatakan
dampak teknologi tidak terjadi pada tingkat opini atau konsep, tetapi mengubah
rasio indera atau pola presepsi dengan mantap tanpa adanya perlawanan. Sebuah
teori yang dicetuskan McLuhan 1965 itu menjelaskan dampak yang paling penting
dari media komunikasi adalah bahwa media komunikasi mempengaruhi kebiasaan
persepsi dan berpikir manusia. Media cetak menekankan pada penglihatan. Pada
gilirannya, media cetak mempengaruhi pemikiran manusia, membuatnya linier,
berurutan, teatur, berulang-ulang, dan logis. Hal ini memungkinkan memisahkan
pemikiran manusia dari perasaan.
Hegemoni Media, gagasan ini dilontarkan oleh
Antonio Gramsci, 1992, yang memberikan pengaruh luas. Menurutnya, media massa
dipandang seperti dikuasai oleh golongan yang dominan dalam masyarakat. Mereka
menggunakannya sebagai kekuasaan atas seluruh masyarakat lainnya. Hegemoni
media menyatakan bahwa berita dan isinya di Amerika Serikat disesuaikan dengan
kebutuhan ideologi kapitalis, atau korporat.
Tole Ompong: Indonesia memasuki Era Jokowi
penulis: Senja Hidayat
Sekedar Ompong kosong-- Keputusan PDI Perjuangan mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) bukanlah perkara aji mumpung. bukan juga soal kredibilitas Jokowi sebagai mantan Walikota Solo maupun sebagai Gubernur DKI Jakarta. Lebih dari sekedar itu, Megawati sebagai eang-nya partai banteng itu mempunyai penilaian tersendiri tentang sosok Jokowi. Megawati mempunyai keistimewaan untuk membaca yang istimewa.
Sekedar kilas balik. Berdirinya Indonesia sebagai negara merdeka juga bukan berasal dari wacana sosial yang kemudian lahir di antara wajah kemiskinan bangsa saat itu. Wacana kemerdekaan mendengung jauh hari dari gerakan kepemudaan semacam Budi Utomo. Hingga pada klimaksnya, Soekarno sebagai tonggak wacana merdeka pada saat itu berhasil memberikan sugesti kepada seluruh lapisan masyarakat Hindia Belanda untuk membangun mimpi sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Tidak heran jika sosok Soekarno sangat kharismatik bagi masyarakat Indonesia, sampai saat ini. lebih tepatnya sebagai tokoh revolusi. Perjuangannya dalam menyatukan ribuan pulau Nusantara menjadi negara Indonesia terwujudkan. tidak dipungkiri, hal itu dikarenakan Soekarno mempunyai figur kepemimpinan yang mampu mendoktrin masyarakat agar melawan penindasan. sayangnya, rezim orde baru yang dibangun selama kurang lebih sepuluh tahun harus kandas dengan memilukan. kabinet Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) terpecah-belah. hingga mengakibatkan krisis besar-besaran pada masa itu. Parahnya partai Komunis Indonesia melakukan agresi militer dengan membunuh tujuh jenderal di lubang buaya.
Dipimpin oleh Letjen Soeharto masa itu, Gerakan yang biasa disebut G30S/PKI mewabah. seluruh kader PKI atau pun orang yang bersentuhan dengan PKI diculik dan dibuang ke pulau buruh. satu di antara contoh yang dialami anggota organisasi Lekra, Pramoedya Ananta Toer yang harus kehilangan tulisan-tulisannya yang kritis akibat dibakar. tidak hanya itu, Pram juga harus menjalani masa pengasingan tanpa proses peradilan di pulau buruh. hingga akhirnya Soekarno ditetapkan sebagai tahanan politik atas keputusan MPR yang menolak dekritnya sebaga presiden seumur hidup. Rezim orde lama pun runtuh diganti dengan baru.
Dengan dalih Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Soeharto membumbungkan wacana pemberangusan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia. Dengan dibantu peran pers masa itu yang kelaparan akan rasa kebebasan, Soeharto membangun rezim orde barunya. Sekali lagi, Indonesia mempunyai pemimpin yang mempunyai agenda setting yang dapat mendoktrin di dalam nurani masyarakat. Soeharto dengan lantangnya menjabarkan program P-4 Pancasila hingga ke Sekolah Dasar untuk memberangus akar-akar PKI. Dan Soeharto pun berhasil.
Pembungkaman pers pun mulai dilakukan sejak tahun 1974, saat pecahnya tragedi Malari. tahun berikutnya, puluhan surat kabar termasuk Majalah Tempo dibredel dan dicabut Surat Ijin Terbit-nya (SIT). pembungkaman pers pun terus berlangsung hingga hampir 30 tahun lamanya. Soeharto sekali lagi berhasil membangun rezimnya dengan tangan besinya. Namun itu tidak lama. setelah pada tahun 1994 para wartawan dan aliansi masyarakat pers turun ke jalan untuk mencari kebebasan pers, atas pembredelan majalah tempo dan lainnya.
Hingga pada Mei 1998 itu menjadi tragedi besar dalam hidup Soeharto. tampuk kekuasaannya runtuh akibat masyarakat yang mengatasnamakan kebebasan pers, berpendapat dominasi mahasiswa seluruh tanah air menduduki Senayan. Rezim Soeharto pun runtuh. dan awal reformasi dimulai. meskipun demikian Soeharto tetap dicatut sebagai Bapak Pembangunan serta menganugerahkan dirinya sendiri sebagai Jenderal Besar bintang lima.
Pada masa transisi orde baru hingga reformasi, sosok-sosok pemimpin di tengah masyarakat sulit ditemukan. dengan uforia kebebasan yang ambigu masyarakat lebih skeptis terhadap satu sama lainnya. hingga terpilihnya Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati sebagai presiden ke tiga, empat dan lima Indonesia, masyarakat masih belum sama sekali terdoktrin atas wacana yang dibangun oleh ketiga pemimpin tersebut. Habibie belum bisa meyakinkan masyarakat indonesia dengan kondisi realitas krisis masa itu untuk menjadi negara adidaya pembuat pesawat terbang. atau pun pluralisme Gus Dur yang dianggap omong kosong, dan Megawati atas keputusan agresi militer di Timur Leste. Masyarakat belum bisa menerima itu sebagai suatu wacana yang harus dilakukan bersama.
Sampai pada 2004 lalu, terlahir tokoh baru mantan menteri dalam kabinet Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono yang menjelma dengan rezim demokrasinya. mudah saja bagi SBY saat itu untuk menjadi presiden. diusung partai baru Demokrat, dan di tengah uforia demokrasi masyarakat Indonesia SBY membawa wacana perbaikan perekonomian dalam era global. Liberalisme demokrasi tak terelakkan menjadi produk andalan SBY untuk kembali memenangi pemilu pada tahun 2009. Terbukti ekonomi indonesia di mata dunia, mengalami peningkatan secara signifikan. Namun sekali lagi, rezim tetaplah rezim. entah orde lama, baru, reformai, demokrasi, atau rezim teknokrasi tetaplah sebuah era yang akan terus berganti seiring bergantinya zaman.
setelah banyak politisi demokrat yang menjadi tersangka korupsi di kabinet Indonesia Bersatu jilid II, SBY dengan slogan antikorupsinya tak mampu membendung melubernya popularitas partainya dari pada tahun 2004 sebanyak 30 persen, menjadi hanya 13 persen saja. dan terus merosot hingga tak lebih dari 8 persen saja animo masyarakat terhadap partai demokrat.
Namun di sisi lain, setelah lama kokoh dengan idealisnya sebagai partai oposisi di era rezim demokrasi, PDIP mampu melahirkan kader-kader baru yang mampu menjawab kekecewaan masyarakat atas rezim SBY. munculnya mantan Walikota Solo dengan gaya khas blusukannya mampu membius masyarakat sebagai suatu wacana baru yang mampu mendoktrin masyarakat bahwa pemimpin haruslah loyal, dan melayani rakyat.
Uforia rakyat ditunjukkannya dengan cara menunjuk Jokowi sebagai pemimpin DKI Jakarta bergandengan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengalahkan pasangan incumbent yang merajai jakarta masa itu, Fauzi Bowo. Tidak hanya sampai itu, uforia masyarakat yang mudah meletup-letup terus terbangun hingga wacana pencapresan Jokowi di Pemilu Presiden 2014. tak pelak hal itu membuat nama Jokowi membumbung tinggi. Dengan agenda setting sebagai sosok yang kalem, mudah bergaul dengan rakta, ngemong, serta melayani rakyat dengan gaya teknokrasinya, Jokowi mampu menandingi era Soekarno yang mendoktrin warga hindia belanda untuk merdeka, atau era Soeharto dengan rezim orde barunya.
Bahkan kegembiraan rakyat dalam menimang pria kelahiran Solo itu dibuktikan dengan memenangi berbagai survei dari seluruh lembaga survei di indonesia. Jokowi mampu mengalahkan popularitas Prabowo, Abu Rizal Bakrie, Mahfud MD, Jusuf Kalla, bahkan juga mengalahkan eang-nya di PDIP, Megawati Soekarno Putri. Tidak dipungkiri PDIP jauh hari sebelum dilaksanakannya pemilu legislatif pada 9 April 2014 langsung menunjuk Jokowi sebagai capres dari partai PDIP. tidak tanggung-tanggung wacananya, Megawati ingin melihat hasil perolehan suara di kursi senayan dengan melambungkan nama Jokowi. Mega dan Jokowi pun sering melakukan plesir ke seluruh pelosok negeri untuk melakukan kampanye.
dari peta wacana di atas, tidak terelakkan jika Jokow akan menjadi magnet tersendiri pada pemilu presiden 2014. hampir dipastikan Jokowi akan terpilih menjadi presiden. Meskipun demikian, pekerjaan PDIP belum mudah untuk menjadi partai penguasa nantinya. dikarenakan lebih dari 50 persen suara belum menentukan pilihannya, termasuk kepada Jokowi. Pakar Politi, Burhanudin Muhtadi mengakui itu uforia masyarakat indonesia atas munculnya sosok Jokowi begitu dahsyat. meskipun begitu Burhanudin tetap mengingatkan bahwa kredibilitas Jokowi sebagai pemimpin Solo dan DKI Jakarta belum memiliki legitimasi bagi masyarakat. Oleh karena itu lawan politik Jokowi nantinya bukan tokoh dari partai lain, tapi 50 persen suara yang belum menentukan pilihan. Hal ini menentukan nantinya apakah popularitas pria kalem itu mampu menekan angka 50 persen suara yang belum menentukan pilihan.
Namun sah-sah saja, di atas kertas Jokow sudah memenangi berbagai survei. elektabilitas dan popularitasnya sudah tidak diragukan lagi. tinggal kredibilitasnya yang harus dibuktikan kepada rakyat Indonesia. Apakah nantinya rezim teknokrasi, blusukan, atau rezim apalah itu yang digadang-gadang Jokowi mampu menjadi jembatan bagi rakyat untuk pemenuhan hidup lebih layak? atau sebatas rezim-rezim yang lalu, dan terus berlalu seiring lahirnya tokoh-tokoh baru Indonesia.
Selamat menentukan pilihan anda!
Sekedar Ompong kosong-- Keputusan PDI Perjuangan mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) bukanlah perkara aji mumpung. bukan juga soal kredibilitas Jokowi sebagai mantan Walikota Solo maupun sebagai Gubernur DKI Jakarta. Lebih dari sekedar itu, Megawati sebagai eang-nya partai banteng itu mempunyai penilaian tersendiri tentang sosok Jokowi. Megawati mempunyai keistimewaan untuk membaca yang istimewa.
Sekedar kilas balik. Berdirinya Indonesia sebagai negara merdeka juga bukan berasal dari wacana sosial yang kemudian lahir di antara wajah kemiskinan bangsa saat itu. Wacana kemerdekaan mendengung jauh hari dari gerakan kepemudaan semacam Budi Utomo. Hingga pada klimaksnya, Soekarno sebagai tonggak wacana merdeka pada saat itu berhasil memberikan sugesti kepada seluruh lapisan masyarakat Hindia Belanda untuk membangun mimpi sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Tidak heran jika sosok Soekarno sangat kharismatik bagi masyarakat Indonesia, sampai saat ini. lebih tepatnya sebagai tokoh revolusi. Perjuangannya dalam menyatukan ribuan pulau Nusantara menjadi negara Indonesia terwujudkan. tidak dipungkiri, hal itu dikarenakan Soekarno mempunyai figur kepemimpinan yang mampu mendoktrin masyarakat agar melawan penindasan. sayangnya, rezim orde baru yang dibangun selama kurang lebih sepuluh tahun harus kandas dengan memilukan. kabinet Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) terpecah-belah. hingga mengakibatkan krisis besar-besaran pada masa itu. Parahnya partai Komunis Indonesia melakukan agresi militer dengan membunuh tujuh jenderal di lubang buaya.
Dipimpin oleh Letjen Soeharto masa itu, Gerakan yang biasa disebut G30S/PKI mewabah. seluruh kader PKI atau pun orang yang bersentuhan dengan PKI diculik dan dibuang ke pulau buruh. satu di antara contoh yang dialami anggota organisasi Lekra, Pramoedya Ananta Toer yang harus kehilangan tulisan-tulisannya yang kritis akibat dibakar. tidak hanya itu, Pram juga harus menjalani masa pengasingan tanpa proses peradilan di pulau buruh. hingga akhirnya Soekarno ditetapkan sebagai tahanan politik atas keputusan MPR yang menolak dekritnya sebaga presiden seumur hidup. Rezim orde lama pun runtuh diganti dengan baru.
Dengan dalih Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Soeharto membumbungkan wacana pemberangusan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia. Dengan dibantu peran pers masa itu yang kelaparan akan rasa kebebasan, Soeharto membangun rezim orde barunya. Sekali lagi, Indonesia mempunyai pemimpin yang mempunyai agenda setting yang dapat mendoktrin di dalam nurani masyarakat. Soeharto dengan lantangnya menjabarkan program P-4 Pancasila hingga ke Sekolah Dasar untuk memberangus akar-akar PKI. Dan Soeharto pun berhasil.
Pembungkaman pers pun mulai dilakukan sejak tahun 1974, saat pecahnya tragedi Malari. tahun berikutnya, puluhan surat kabar termasuk Majalah Tempo dibredel dan dicabut Surat Ijin Terbit-nya (SIT). pembungkaman pers pun terus berlangsung hingga hampir 30 tahun lamanya. Soeharto sekali lagi berhasil membangun rezimnya dengan tangan besinya. Namun itu tidak lama. setelah pada tahun 1994 para wartawan dan aliansi masyarakat pers turun ke jalan untuk mencari kebebasan pers, atas pembredelan majalah tempo dan lainnya.
Hingga pada Mei 1998 itu menjadi tragedi besar dalam hidup Soeharto. tampuk kekuasaannya runtuh akibat masyarakat yang mengatasnamakan kebebasan pers, berpendapat dominasi mahasiswa seluruh tanah air menduduki Senayan. Rezim Soeharto pun runtuh. dan awal reformasi dimulai. meskipun demikian Soeharto tetap dicatut sebagai Bapak Pembangunan serta menganugerahkan dirinya sendiri sebagai Jenderal Besar bintang lima.
Pada masa transisi orde baru hingga reformasi, sosok-sosok pemimpin di tengah masyarakat sulit ditemukan. dengan uforia kebebasan yang ambigu masyarakat lebih skeptis terhadap satu sama lainnya. hingga terpilihnya Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati sebagai presiden ke tiga, empat dan lima Indonesia, masyarakat masih belum sama sekali terdoktrin atas wacana yang dibangun oleh ketiga pemimpin tersebut. Habibie belum bisa meyakinkan masyarakat indonesia dengan kondisi realitas krisis masa itu untuk menjadi negara adidaya pembuat pesawat terbang. atau pun pluralisme Gus Dur yang dianggap omong kosong, dan Megawati atas keputusan agresi militer di Timur Leste. Masyarakat belum bisa menerima itu sebagai suatu wacana yang harus dilakukan bersama.
Sampai pada 2004 lalu, terlahir tokoh baru mantan menteri dalam kabinet Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono yang menjelma dengan rezim demokrasinya. mudah saja bagi SBY saat itu untuk menjadi presiden. diusung partai baru Demokrat, dan di tengah uforia demokrasi masyarakat Indonesia SBY membawa wacana perbaikan perekonomian dalam era global. Liberalisme demokrasi tak terelakkan menjadi produk andalan SBY untuk kembali memenangi pemilu pada tahun 2009. Terbukti ekonomi indonesia di mata dunia, mengalami peningkatan secara signifikan. Namun sekali lagi, rezim tetaplah rezim. entah orde lama, baru, reformai, demokrasi, atau rezim teknokrasi tetaplah sebuah era yang akan terus berganti seiring bergantinya zaman.
setelah banyak politisi demokrat yang menjadi tersangka korupsi di kabinet Indonesia Bersatu jilid II, SBY dengan slogan antikorupsinya tak mampu membendung melubernya popularitas partainya dari pada tahun 2004 sebanyak 30 persen, menjadi hanya 13 persen saja. dan terus merosot hingga tak lebih dari 8 persen saja animo masyarakat terhadap partai demokrat.
Namun di sisi lain, setelah lama kokoh dengan idealisnya sebagai partai oposisi di era rezim demokrasi, PDIP mampu melahirkan kader-kader baru yang mampu menjawab kekecewaan masyarakat atas rezim SBY. munculnya mantan Walikota Solo dengan gaya khas blusukannya mampu membius masyarakat sebagai suatu wacana baru yang mampu mendoktrin masyarakat bahwa pemimpin haruslah loyal, dan melayani rakyat.
Uforia rakyat ditunjukkannya dengan cara menunjuk Jokowi sebagai pemimpin DKI Jakarta bergandengan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mengalahkan pasangan incumbent yang merajai jakarta masa itu, Fauzi Bowo. Tidak hanya sampai itu, uforia masyarakat yang mudah meletup-letup terus terbangun hingga wacana pencapresan Jokowi di Pemilu Presiden 2014. tak pelak hal itu membuat nama Jokowi membumbung tinggi. Dengan agenda setting sebagai sosok yang kalem, mudah bergaul dengan rakta, ngemong, serta melayani rakyat dengan gaya teknokrasinya, Jokowi mampu menandingi era Soekarno yang mendoktrin warga hindia belanda untuk merdeka, atau era Soeharto dengan rezim orde barunya.
Bahkan kegembiraan rakyat dalam menimang pria kelahiran Solo itu dibuktikan dengan memenangi berbagai survei dari seluruh lembaga survei di indonesia. Jokowi mampu mengalahkan popularitas Prabowo, Abu Rizal Bakrie, Mahfud MD, Jusuf Kalla, bahkan juga mengalahkan eang-nya di PDIP, Megawati Soekarno Putri. Tidak dipungkiri PDIP jauh hari sebelum dilaksanakannya pemilu legislatif pada 9 April 2014 langsung menunjuk Jokowi sebagai capres dari partai PDIP. tidak tanggung-tanggung wacananya, Megawati ingin melihat hasil perolehan suara di kursi senayan dengan melambungkan nama Jokowi. Mega dan Jokowi pun sering melakukan plesir ke seluruh pelosok negeri untuk melakukan kampanye.
dari peta wacana di atas, tidak terelakkan jika Jokow akan menjadi magnet tersendiri pada pemilu presiden 2014. hampir dipastikan Jokowi akan terpilih menjadi presiden. Meskipun demikian, pekerjaan PDIP belum mudah untuk menjadi partai penguasa nantinya. dikarenakan lebih dari 50 persen suara belum menentukan pilihannya, termasuk kepada Jokowi. Pakar Politi, Burhanudin Muhtadi mengakui itu uforia masyarakat indonesia atas munculnya sosok Jokowi begitu dahsyat. meskipun begitu Burhanudin tetap mengingatkan bahwa kredibilitas Jokowi sebagai pemimpin Solo dan DKI Jakarta belum memiliki legitimasi bagi masyarakat. Oleh karena itu lawan politik Jokowi nantinya bukan tokoh dari partai lain, tapi 50 persen suara yang belum menentukan pilihan. Hal ini menentukan nantinya apakah popularitas pria kalem itu mampu menekan angka 50 persen suara yang belum menentukan pilihan.
Namun sah-sah saja, di atas kertas Jokow sudah memenangi berbagai survei. elektabilitas dan popularitasnya sudah tidak diragukan lagi. tinggal kredibilitasnya yang harus dibuktikan kepada rakyat Indonesia. Apakah nantinya rezim teknokrasi, blusukan, atau rezim apalah itu yang digadang-gadang Jokowi mampu menjadi jembatan bagi rakyat untuk pemenuhan hidup lebih layak? atau sebatas rezim-rezim yang lalu, dan terus berlalu seiring lahirnya tokoh-tokoh baru Indonesia.
Selamat menentukan pilihan anda!
Langganan:
Postingan (Atom)