Senin, 09 Februari 2015

Dolly Tutup, Prostitusi Berkedok Mancing Menggeliat

Sumber Foto Tempo: Imbas ditutupnya eks lokalisasi Dolly berdampak menyebarnya protitusi ke sejumlah daerah di Jawa Timur dan luar pulau di Indonesia.
Ditutupnya lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara, Dolly tidak membuat praktik prostitusi di Kota Surabaya berhenti begitu saja. Justru sebaliknya, prostitusi semakin sporadis terjadi di sejumlah kawasan, salah satunya seperti yang terlihat di kawasan Kampung Baru, dekat pintu air Jagir Wonokromo dengan berkedok menyasar para pemancing.

______

Sekilas, tidak ada pemandangan yang berbeda antara tempat pemancingan di kawasan sungai Jagir Wonokromo dengan spot pemancingan lainnya di Surabaya. Perbedaannya hanya satu, di tempat pemancingan Sungai Pintu Air Jagir Wonokromo ternyata tidak hanya menawarkan ikan untuk dipancing, tapi juga ratusan perempuan telah berderet di sepanjang jalan di Kampung Baru untuk menjajahkan pancingan cinta semalam.

Dari pantauan enciety.co Minggu (8/2/2015) malam, debit air di sepanjang sungai Brantas tersebut sedang tinggi, hingga melampaui batas normal. Di antara kebisingan lalu lintas sepanjang jalan Jagir Wonokromo, gemuruh deburan air membuat telinga terasa bising.

Alih-alih mendapatkan ikan, karena luapan air yang sedang tinggi, untuk mengambil sampah pun tidak akan bisa. Tapi anehnya, jumlah pemancing di kawasan itu cukup banyak. Ternyata mereka berduyun-duyun semakin banyak ketika malam semakin larut, tapi bukan untuk memancing ikan, melainkan memancing penjajah seks.

Selepas pukul 21.00 WIB, di sisi utara Pintu Air pun telah berderet kupu-kupu malam yang siap untuk dipancing. Di sepanjang jalan berbatu yang gelap mereka berjejer menawarkan cinta kepada para hidung belang yang datang. Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan berbagai usia dan pengalaman ini pun mencegat satu per satu pria hidung belang yang hilir-mudik mencari pasangan.

Prostitusi terselubung tersebut semakin menggeliat pasca-penutupan Eks Lokalisasi Dolly setahun yang lalu. Tidak heran, jika ada ratusan PSK di kawasan Kampung Baru tersebut, hasil pelarian dari Dolly dan sejumlah tempat prostitusi lainnya di Surabaya maupun dari luar kota.

Dari penelusuran enciety.co, para pemancing biasanya mendapat tawaran dari sejumlah calo PSK yang juga menjadi pedagang kelontong di kawasan tersebut. "Mas mau mancing ikan apa mau mancing ikan duyung? Kalau mau mancing ikan duyung ayo saya anterin," rayu salah seorang calo kepada calon pelanggan.

Dengan memasang tarif murah, tidak sedikit yang membuat para hidung belang kepincut untuk mencoba bisnis esek-esek meski berada di kawasan kumuh. Ini karena para PSK menawarkan tarif yang sangat murah. Mulai dari Rp 35 ribu hingga Rp 150 ribu untuk sekali bercinta.

Para pelangan seks di kawasan tersebut cukup variatif. Mulai dari pelajar SMA, mahasiswa, bapak-bapak, hingga aki-aki yang doyan jajan. Hanya saja, mayoritas para pencari ikan duyung ini didominasi kalangan kelas bawah.

Di kampung baru tersebut, prostitusi terselubung buka hingga 24 jam. Seperti sudah terorganisir, mereka yang beroperasi pun seolah mempunyai jadwal tersendiri. Saat siang hari para PSK yang mangkal didominasi ibu-ibu hingga usia lanjut dengan jumlah terbatas. Sedangkan saat malam hari, suasana jauh berbeda, ada puluhan PSK yang beroperasi, mulai dari usia 26 tahun sampai 40-an tahun.

Bantaran sungai tersebut seketika mirip sebuah kampung prostitusi mini yang dikuasai oleh seorang mucikari dengan jumlah anak buah yang mencapai seratus PSK. Di tempat itu juga ada sebuah warung karaoke dangdut dengan berbagai jenis minuman alkohol kelas bawah yang selalu menyajikan alunan musik dangdut koplo.

Untuk mengalihkan prostitusi terselubung tersebut, mucikari juga membuka sebuah warung kopi sekaligus toko kelontong yang menjual aneka kebutuhan rumah tangga. Namun, di sela-sela rumah hunian tidak permanen itu, ada sekitar 10 bilik kamar dengan masing-masing kamar berukuran satu kali dua meter.

Saat masuk ruangan berbilik-bilik tersebut, ada satu kaca besar yang sudah buram. Di sampingnya ada beberapa drum besar yang kosong dan tumpukan kondom yang ditaruh di atas rak. Para PSK biasanya mengambil kondom sebelum mereka bertransaksi.

Di ruangan satu kali dua meter itu terasa pengap dan gelap. Masing-masing bilik terdapat satu kasur lipat, bantal, dan sprei yang terlihat kusut dan acak-acakan. Tidak ada kunci pintu di setiap kamarnya, hanya saja untuk menandakan bahwa kamarnya sudah terisi, setiap PSK memberi tanda dengan sehelai kain untuk diganjalkan di pintu kamar.

Selesai bertransaksi, biasanya para PSK akan mencuci dan merapikan diri di sudut ruangan lainnya. Di ruangan tak berbilik itu ada banyak gentong berisi air kotor yang diambil dan diendap sebelum digunakan.

Seperti yang dilakukan sebut saja Melati (26), yang sudah menjalani kehidupan seperti itu selama dua tahun terakhir karena faktor ekonomi keluarga. Suaminya yang tidak bekerja, terpaksa membuat ibu dua anak ini menjalani profesinya sebagai seorang PSK.

"Kerja lainnya juga nggak cukup uangnya untuk kebutuhan hidup. Karena itu saya pilih kerja di sini saja. Semalem biasanya dapat banyak pelanggan, 20 sampai 30 lah," akunya lalu menambahkan bahwa PSK dari Dolly dan tempat lainnya juga banyak yang beroperasi di tempat tersebut.

bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate