Sabtu, 07 November 2015

Pengakuan Ketua Dewan yang Doyan Perempuan

pixabay.com

Jakarta- Salah seorang Ketua DPRD di salah satu kota besar di Indonesia mengaku bahwa hampir sebagian besar anggota dewan doyan jajan perempuan, termasuk dirinya. "Bahkan mereka punya jenjang tingkatan, antara selera anggota dewan di Senayan hingga anggota DPRD di daerah pelosok," kata dia beberapa bulan yang lalu di dalam sebuah diskusi internal.

Salah satu pengalaman yang ia ungkapkan, suatu kali ada salah satu pramugari cantik yang baru ia kenal meminta bantuan. Pramugari cantik itu, kata dia, sedang terbelit masalah dengan perusahaan. Posisinya terancam, dan akan segera dipecat karena masalah tersebut. "Saya bilang ke dia, jangan khawatir, biar saya tangani," kata dia.

Beberapa saat, ia pun menghubungi maskapai tempat pramugari tersebut bekerja. Niatnya adalah menekan agar manajemen batal memecat pramugari tersebut. "Itu keponakan saya, kenapa harus dipecat, biar di situ saja. Kalau sampai keponakanku dipecat, saya panggil maskapai kalian ke dewan, bisa saya rekomendasikan untuk dicabut," ancamnya.

Akhir ceritanya pun, ketua dewan tersebut mengaku kalau perusahaan tersebut kecut dan mengurungkan niatnya untuk memberhentikan keponakan barunya itu. Singkatnya, pramugari tersebut memberi imbalan yang istemewa kepadanya. Kata dia, mengisyaratkan sebuah persaudaraan yang berakhir di atas ranjang.

Bagi dia, itu adalah sebuah keberuntungan, bisa mendapatkan seorang pramugari cantik. Ketua dewan itu juga masih punya banyak cerita lain tentang aktivitasnya jajan perempuan. Dia membeberkan tentang budaya hedonisme anggota dewan. Kata dia, di kalangan anggota dewan, agenda jajan sudah menjadi hiburan lumrah bagi mereka. Baginya itu sekadar berfoya-foya menikmati hidup. Bahkan dari penuturannya, tidak hanya anggota dewan laki-laki. Para anggota dewan perempuan pun doyan jajan. Tentunya secara berkala mereka menjadwalkan rutin untuk dugem.

Tidak sembarang tempat yang ia pakai untuk dugem. Para wakil rakyat tersebut mengaku pilih-pilih kalau mau memakai tempat hiburan malam. Ia mempertimbangkan bahwa hiburan malam harus high class. Para kupu-kupu yang sering ia bayar juga harus pilihan. Selain cantik, mereka juga harus hebat di atas ranjang. Jaminannya tentu dengan harga yang cukup mahal. Tapi ia enggan untuk menyebutkan.

Tpi tidak semua anggota dewan yang suka kelas high class. Ia menceritakan banyak anggota dewan yang memilih kelas premium. Khususnya bagi anggota dewan di daerah. "Diajak masuk tempat karaoke pinggiran saja sudah kegirangan," kata dia.

Karena saking pengalamannya, bahkan ketua dewan tersebut bisa mengklasifikasikan selera anggota dewan mulai dari tingkatan DPR RI hingga DPRD di daerah terpencil. Maklum saja, ia sudah tiga periode menjadi anggota dewan dan sudah keliling di berbagai tempat hiburan di Indonesia, bahkan hiburan di sejumlah negara tetangga.

Ia membedakan klasfikasi selera anggota dewan atas perkembangan sebuah wilayah. Jika anggota dewan tersebut dari sebuah kota besar terlebih DPR RI, tempat hiburannya dipastikan high class. "Sekali masuk bisa puluhan juta," katanya. Tapi jika anggota dewan di daerah, tempat hiburan yang dipilih biasanya kelas premium. "Masuk di hall karaoke saja sudah kegirangan," ceritanya.

Diakuinya, aktivitas jajan ini sering ia lakukan bersama teman-temannya. Terlebih saat kunjungan kerja (kunker) di luar kota atau luar negeri. Sasaran utama para anggota dewan adalah tempat hiburan dan fasilitas hotelnya yang menarik. "Sekarang banyak perempuan yang pakai silikon pemancung hidung. Saya nggak suka. Saya lebih suka yang natural aja biar nggak rewel. Takutnya kalau saat disuruh ini-itu nanti hidungnya penyok kita juga yang susah."

Suatu kali, saat ia sedang kunjungan kerja di Thailand, ia masuk di salah satu tempat hiburan terbesar di negara yang melegalkan prostitusi tersebut. Ketua dewan itu bersama rekannya sesama anggota dewan langsung saja masuk di lantai dua. Ia melihat semua orang berwajah cantik oriental. Tentunya sangat seksi bagi kebanyakan perempuan di Indonesia.

Sebelum transaksi para anggota dewan asal Indonesia itu pun memilih-pilih dan mengamati perempuan yang sesuai selera. Saat ia mencoba mengajak bicara para perempuan cantik tersebut, tidak ada yang menyahuti. Ia pun merasa aneh, kenapa enggan diajak bicara. Apa karena tidak mengerti dengan bahasa inggris.

Ia bersama rekannya pun mengamati lebih seksama lagi liuk tubuh perempuan cantik di tempat itu. Baru akhirnya ia sadar saat melihat salah seorang perempuan yang memiliki kaki berotot. "Ternyata di lantai dua itu khusus prostitusi kaum homo," akunya lalu disertai gelak tawa yang riuh.

Baru kemudian ia bertanya dan naik di lantai empat untuk menikmati perempuan tulen. Tapi justru sayangnya, perempuan tulen di Thailand kalah cantik dibanding perempuan jadi-jadian yang berotot kakinya. Suara gelak tawa pun kembali riuh karena, mucikari di tempat tersebut juga menawarkan perempuan luar negeri asal Indonesia. "Awalnya saya pikir luar negeri itu Eropa, lakok dari Indonesia. Itu tetap saja lokal bagi saya."

Tidak hanya menceritakan hobi mereka yang membudayakan jajan di kalangan anggota dewan, deal-deal transaksional juga sering dilakukannya untuk menambah pendapatan mereka. Seperti memanfaatkan pertikaian antara satu individu dengan yang lainnya. "Sekarang itu korupsi tidak hanya di negara, di gereja pun penuh korupsi dan bahkan orangnya salin bunuh untuk mendapatkan uang," bebernya.

Di salah satu gereja terbesar di kota tersebut, ketua dewan itu menceritakan bahwa ia dimintai tolong untuk mengusut kasus pertikaian antara ayah dan anak di perkumpulan pendeta. "Di situ jamaah gereja di akhir tahun kan biasa mendonasikan uang untuk gereja. Dan itu tidak ada audit. Ternyata dikorupsi oleh di anak pendeta. Tapi ayahnya marah-marah karena tidak dapat jatah tapi dituduh tersangka, akhirnya mereka salin membunuh. Saya dimintai tolong ya saya lihat saja mana yang menjanjikan surga (uang) mana yang tidak," entengnya.

Itu hanya salah satu contoh kecil yang ia tangani. Banyak contoh kasus lainnya yang saat itu tidak ia sebutkan. Tentunya sebagai pribadi, ia mengaku tidak mengambil pusing. Prinsipnya asal ada uang, ia jalan. Pastinya ini telah mengabaikan fungsi dewan sebagai wakil rakyat. Inilah contoh sederhananya tentang konsep transaksional demokrasi kita.

Tapi jangan lalu kita menyebut budaya jajan dan transaksional sebagai stereotip tentang jati diri wakil rakyat yang didanai APBN tersebut. Mungkin itu hanya sebatas oknum yang tidak harus kita sebutkan jati dirinya, tapi perlu kita ketahui untuk pembelajaran dan telaah bersama. Karena setiap profesi pasti ada oknum di baliknya. Asalkan tidak semuanya lalu beramai-ramai jadi oknum di balik meja.

Tulisan ini disadur ulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate